HUKUM PAJAK
- I. Pengertian Pajak dan Hukum Pajak
Pengertian pajak menurut :
·
Prof.Dr.Rochmat Soemitro S.H.
Iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan UU (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat
kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
·
Prof.Dr.P.J.A.Adriani
Iuran kepada negara (dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan dengan
tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan
·
Dr. Soeparman Soemahamidjaja
Iuran
wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan
norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa
kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Pengertian
Hukum pajak :
Sebagian dari
hukum publik, dan ini adalah bagian dari tata tertib hukum yang mengatur hubungan
antara penguasa dengan warganya; pendek kata yang memuat cara-cara untuk
mengatur pemerintahan. Hukum pajak juga mempunyai tugas bersifat lain daripada
hukum administratif pada umumnya, yaitu
hukum pajak juga dipergunakan sebagai alat untuk menentukan politik
perekonomian.
- II. Isi dan Ruang Lingkup Hukum Pajak
Di tinjau dari
berlakunya hukum pajak, dibedakan atas
1. Hukum
Pajak Nasional : Hukum pajak yang ditetapkan oleh suatu negara dan berlaku
dalam wilayah negara yang menetapkannya. Dalam hukum pajak nasional terdapat
hukum pajak daerah yang ditetapkan oleh satu daerah tertentu dan berlaku hanya
pada daerah yang bersangkutan.
2. Hukum
Pajak Internasional : Hukum pajak yang ditetapkan oleh dua negara atau lebih
dan berlaku pada wilayah yang terkait dari perjanjian yang diadakan untuk itu.
Hukum pajak internasional terbagi menjadi:
ü hukum
pajak internasional sempit
ü hukum
pajak internasional luas
Di kaji berdasarkan undang-undang
pajak bagian dari hukum positif :
a. Hukum
Pajak Materil : kumpulan kaidah hukum yang mengatur tentang keadaan,
perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang terkait dengan objek
pajak, subjek pajak, wajib pajak, dasar pengenaan pajak, tarif pajak, masa
pajak, dan tahun pajak. Misalnya dapat ditemukan pada UU PPh, dan UU PPN serta sebagiannya
dalam UU PBB, UU PDRD.
b. Hukum
Pajak Formal : kumpulan kaidah hukum yang mengatur tentang bagaimana cara
mlaksanakan dan mempertahankan hukum pajak materil. Hukum pajak formal bersifat
mengabdi kepada hukum pajak materil artinya keberadaan hukum pajak formal
menyesuaikan dengan kebutuhan yang dikehendaki untuk berlakunya hukum pajak
materil secara efektif. Misalnya dapat ditemukan pada UU KUP sebagiannya
terdapat dalam UU PBB, UU PDRD.
- III. Sumber-Sumber Hukum Pajak
1.
UUD 1945
Sebelum
amandemen UUD’45 ketentuan mengenai pajak diatur pada pasal 23 ayat 2 UUD’45
yang berbunyi “segala pajak untuk keperluan negara harus berdasar
undang-undang.” Ketentuan ini mengandung asas legalitas yang meletakkan kewenangan
pada negara untuk memungut pajak jika negara membutuhkannya, tetapi dengan
syarat harus berdasarkan undang-undang. Setelah UUD’45 diamandemen ketentuan
mengenai pajak mengalami perubahan sangat prinsipil yang terlihat pada pasal 23
A UUD’45 yang berbunyi “pajak dan pungutan yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Hal ini merupakan suatu
perkembangan positif agar tidak sewenang-wenang membebankan pungutan yang
bersifat memaksa kepada warga negara tanpa diatur denga undang-undang sebagai
perwujudan dari negara hukum. Dasar hukum berlakunya adalah Pasal I Aturan
peralihan UUD 1945 hasil amandemen yang menyatakan bahwa segala peraturan
perundang-undangan yang baru menurut UUD. Disamping itu, ditetapkan
Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU PENJAK) sebagai
penjabaran pasal 23 A UUD’45 yang mencabut Undang-undang Nomor 17 tahun 1997
tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
2.
Perjanjian Perpajakan
Perjanjian
perpajakan merupakan sumber hukum pajak yang tertulis sebagai hasil perjanjian
dua negara atau lebih. Tujuannya untuk mencegah terjadinya pajak ganda
internasional yang menimbulkan beban tinggi terhadap wajib pajak dan mencegah
terjadinya penghindaran pajak dan penyelundupan pajak internasional. Fungsi
perjanjian perpajakan adalah,
a.
Untuk penghindaran pajak ganda dan
pencegahan penyelundupan pajak;
b.
Dilihat dari sudut kepentingan negara yang
sedang berkembang, untuk mendorong arus penanaman modal, teknologi, keahlian
dan perdagangan ke negaranya;
c.
Dilihat dari kepentingan wajib pajak,
adanya suatu kepastian untuk beberapa hal penting;
d.
Dapat mempermudah dan memperlancar
transaksi ekonomi antarnegara sehingga diharapkan dapat memajukan perdagangan
internasional;
e.
Adanya pemecahan mengenai alokasi penghasilan
dengan memberikan suatu metode pemajakan yang disederhanakan;
f.
Adanya pembagian negara di antara
negara-negara yang paling berkaitan dalam pemajakan suatu penghasilan;
g.
Adanya pencapaian suatu tingkat pemajan
yang pantas;
h.
Mempertinggi kerja sama antarnegara
dibidang teknik, ekonomi, dan kultural;
i.
Menambah pengalaman teknis dan
memperluas pengetahuan, khususnya dalam hukum pajak internasional bagi
pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua negara yang bersangkutan
(pengembangan sumber daya manusia).
Wujud
perjanjian perpajakan yang dilakukan Indonesia adalah dalam bentuk “Perjanjian
Pencegahan Pajak Berganda (P3B)”, baik bersifat bilateral maupun bersifat
multirateral. Perjanjian perpajakan yang dilakukan oleh Indonesia dengan negara
lain adalah mengenai tarif atas bunga, deviden dan royalti yang dibayarkan
kepada wajib pajak yang terlibat dalam perjanjian termaksud. Negara yang
terlibat dalam perjanjian pencegahan pajak berganda dengan Indonesia, antara
lain Polandia, Belgia, Belanda, Inggris, Jerman, Kanada, Filipina, Thailand dan
Jepang.
3.
Yurisprudensi Perpajakan
Yurisprudensi
perpajakan adalah putusan pengadilan mengenai perkara pajak yang telah memiliki
kekuatan hukum yang tetap. Putusan pengadilan yang terkait dengan sengketa
pajak adalah putusan pengadilan pajak maupun Mahkamah Agung yang telah
mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sumber hukum pajak dalam konteks
yurisprudensi perpajakan dapat dilihat pada Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 208.K/TUN/1998.
4.
Doktrin Perpajakan
Doktrin
atau pendapat ahli hukum merupakan sumber hukum pada umumnya agar doktrin ini
dapat menjadi sumber hukum pajak substansinya harus berada dalam kontgeks
dibidang perpajakan yang dikemukakan oleh hukum pajak. Untuk masa kini belum
dapat diharapkan untuk dapat menunjang pengembangan hukum pajak. Kelangkaan
ahli hukum pajak merupakan salah satu faktor penghambat perkembangan hukum
pajak.
- IV. Fungsi Pajak
1.
Fungsi Finansial (budgeter)
Memasukan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara
dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Sebagai sumber
pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari
penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti
belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk
pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni
penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini
dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan
yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. Dalam
upaya meningkatkan penerimaan perpajakan pemerintah secara konsistern melakukan
berbagai upaya pembenahan baik aspek kebijakan maupun aspek sistem dan
adminsitrasi perpajakan melalui hal-hal berikut ini :
a.
Amademen Undang-undang perpajakan
b.
Modernisasi kantor pajak
c.
Ekstensifikasi dan intensifikasi
d.
Ekstra effort dalam pemeriksaan dan
penagihan pajak
e.
Pembangunan database terintegrasi
f.
Penyediaan layanan melalui pemanfaatan
teknologi informasi
g.
Penegakan kode etik pegawai untuk
meningkatkan kedisiplin dan good governance aparatur pajak.
2.
Fungsi mengatur (Reguleren)
Pajak digunakan
sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial, maupun
politk dengan tujuan tertentu. Pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan tertentu dapat dilihat dalam contoh sebagai berikut :
a. Pemberian
intensi pajak dalam rangka meningkatkan investasi baik investasi dalam negri
maupun investasi asing. Misalnya : tax holiday
b. Pengenaan
pajak ekspor untuk produk-produk tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam
negri.
c. Pengenaan
biaya masuk dan pajak penjualan atas barang mewah untuk produk-produk impor
tertentu dalam rangka melindungi produk-produk dalam negeri.
- V. Asas-Asas Hukum Pajak
1. Equality
Pajak bersifat final adil dan merata. Pembebanan
pajak kepada subjek pajak hendakya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang
dengan panghasilan yang dinikmatinya di bawah perlindungan pemerintah. Dalam
hal equality ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi di
antara wajib pajak. Dalam keadaan yang sama wajib pajak harus diperlakukan sama
dan dalam keadaan berbeda wajib pajak harus diperlakukan berbeda.
2. Certainty
Penetapan pajak tidak ditentukan sewenang-wenang .
pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi
kompromis (not arbitrary). Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan
adalah mengenai subjek pajak, objek, tarif pajak dan ketentuan mengenai
pembayarannya.
3. Convinience
Pajak dikenakan saat tidak menyulitkan WP ( Pay as
you earn). Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib
pajak, yaitu pada saat dekat-dekatnya dengan saat ditrimanya pengahasilan atau
keuntungan yang akan dikenakan pajak.
4. Economy
Biaya pemungutan dan pemenuhan kewajiban minimal.
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat atau seeffisien mungkin, jangan
sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan dari pajak itu
sendiri. Karena tidak ada artinya pemungutan pajak kalau biaya yang dikeluarkan
lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh.
- VI Pembagian Hukum Pajak
1.
Berdasarkan golongannya pajak dapat
dibagi menjadi dua sebagai berikut :
a.
Pajak Langsung
Pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh
wajib pajak yang berdasangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.
Misal pajak penghasilan yaitu pajak yang dikenakan terhadap penghasilan.
b.
Pajak Tidak Langsung
Pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan
kepada pihak lain sehingga sering disebut juga sebagai pajak tidak langsung.
Contohnya: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
2. Berdasarkan
Wewenang Pemungut
a.
Pajak Pusat/Pajak Negara
Pajak yang wewenang pemungutan pajaknya ada pada
pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui
Dirjen Pajak. Pajak pusat diatur dalam UU dan hasilnya akan masuk ke APBN.
Contohnya: PPn, PPh, PBB, Bea Materai, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
b.
Pajak Daerah
Pajak yang wewenang pemungutannya ada pada
Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah.
Pajak pusat diatur dalam UU dan hasilnya akan masuk ke APBD. Contoh Pajak
Daerah Provinsi :
·
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
di Atas Air
·
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan di Atas Air
·
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
·
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air
Bawah Tanah
Contoh Pajak Daerah Kabupaten/Kota
:
·
Pajak Hotel
·
Pajak Restoran
·
Pajak Hiburan
·
Pajak Reklame
·
Pajak Penerangan jalan
·
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan
Galian Gol. C
·
Pajak Parkir
Dibandingkan
dengan reformasi pajak pusat yang sudah dimualai sejak tahun 1983 reformasi
pajak daerah relatif terlambat karena baru dimulai tahun 1997 dengan
disahkannya undang-undang pajak dan retribusi daerah. Namun tidak berarti pajak
daerah dianggapkurang penting dibandingkan pajak pusat apalagi dalam rangkan
pelaksanaan otonomi daerah. Sedangkan tujuan dari pembuatan undang-undang pajak
daerah adalah sebagai berikut :
1. Untuk
menyederhanakan berbagai pajak derah yang ada selama ini supaya mengurangi
biaya ekonomi lebih tinggi. Hal ini bisa dilihat dari jumlah pajak daerah yang
sebelumnya ada sekitar 40 jenis menjadi hanya 11 jenis.
2. Untuk
menyederhanakan sistem dan administrasi perpajakan supaya dapat memperkuat
fondasi penerimaan daerah khusunya kabupaten/kota dengan mengefektifkan jenis
pajak tertentu yang memang potensial.
3.
Berdasarkan Sifat :
a.
Pajak Subjektif
Pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan
pribadi wajib pajak. Untuk menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan-alasan
yang objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya yaitu yang
disebut dengan gaya pikulnya. Contohnya
: Pajak Pendapatan yang sasarannya adalah pendapatan seseorang. Pada
pajak-pajak subjektif ini keadaan pribadi wajib pajak sangat mempengaruhi
besar-kecilnya jumlah pajak yang terhutang.
· Unsur
Subjektif : Unsur-unsur subjektif dari gaya pikul mencakup segala kebutuhan
terutama materil sampai moral dan spiritual. Gaya pikul berbanding terbalik
dengan kemampuan membayar, semakin besar gaya pikulnya semakin kecil kemampuan
membayar pajak. Dengan demikian dalam pajak subjektif harus memberi pembebasan
pajak untuk biaya hidup minimum, dan memperhatikan faktor-faktor perseorangan
dan keadaan-keadaan yang berpengaruh terhadap besar-kecilnya biaya hidup,
jumlah anggota keluarga atau jumlah tanggungan.
· Unsur
Objektif : unsur-unsur objektif dari gaya pikul terdiri atas pendapatan , kekayaan,
dan belanja. Penerapan di Indonesia dapat dilihat dalam pengenaan Pajak
Penghasilan orang pribadi, sebelum dikenakan pajak terlebih dahulu neto
dikurangan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
b.
Pajak Objektif
Melihat pada
objeknya yang selain benda, dapat pula berupa keadaan, perbuatan, atau
peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar; kemudian barulah
dicari subjeknya yang bersangkutan langsung, dengan tiada mempersoalkan apakah
subjek ini berkediaman di Indonesia atau tidak. Subjek yang mempunyai hubungan
hukum yang tertentu dengan objek itulah yang ditunjuk sebagai subjek yang harus
membayar pajak. Contohnya : Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Senjata Api dll.
Daftar
Pustaka
Brotodihardjo, R.Santoso.1986. Pengantar Ilmu Hukum Pajak . PT.Eresco : Bandung
Saidi, Muhammad Djafar, S.H., M.H. 2007. Pembaruan Hukum Pajak. PT Raja Grafindo
Persada : Jakarta
Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak. Salemba Empat : Jakarta
Burton, Ricahard. Ilyas, Wirawan B. 2011. Hukum Pajak. Salemba Empat : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar