Kamis, 16 Mei 2013

Lahirnya Pancasila sebagai Dasar Negara


              Telah lelah dan letih bangsa Indonesia menjadi budak jajahan bangsa lain, para tokoh pendiri Negara Indonesia sudah mulai mempersiapkan dan merencanakan bahwa Indonesia haruslah merdeka. Dibantu oleh Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai atau BPUPKI (Badan Pembentukan Usaha Kemerdekaan Indonesia) yang dibentuk oleh pemerintah Jepang. Terdapat tiga usulan dasar negara Indonesia yaitu oleh Moh.Yamin, Drs. Moh Hatta dan yang terakhir adalah Ir. Soekarno.
            Namun, perkataan dan istilah Pancasila yang sekarang kita gunakan berasal dari cetusan Ir. Soekarno. Dalam pidato saat pemberian usulan dasar negara Ir. Soekarno mengungkapkan Pancasila, Trisila dan Ekasila. Yang mana dari ketiga istilah tersebut, merupakan satu kesatuan dan berhubungan satu sama lainnya.

            Di pembukaan pidato Ir. Soekarno, beliau dengan lugas menekankan bahwa banyak negara yang telah merdeka tetapi isi dari kemerdekaan tersebut berbeda-beda. Sebagai contoh adalah Negara Sovyet yang merdeka. Pada saat Negara Sovyet merdeka, sebagian besar rakyatnya tidak bisa membaca dan menulis bahkan dari buku-buku yang terkenal sekalipun. Selain itu juga masyarakat Rusia yang Musyik yaitu golongan yang percaya adanya Tuhan tetapi tidak menganut agama. Namun, Lenin tetap memutuskan untuk merdeka walau Ia tahu masalah yang Ia hadapi jika sudah merdeka. Dan setelah merdeka itu, Lenin berusaha untuk memperbaikinya menjadi lebih baik. Mulai berkembang kereta-kereta angkutan, stasiun radio dll.
            Bung Karno menyimpulkan bahwa kemerdekaan itu adalah satu jembatan emas. Yang paling penting adalah merdeka itu sendiri. Setelah kita merdeka, barulah dengan kemerdekaan yang kita miliki kita mengadakan pembagunan dan lainnya. Beliau berusaha memantapkan hati setiap orang untuk merdeka.
            Persamaan yang dapat diambil dari setiap negara yang sudah merdeka adalah ketangguhan negara tersebut untuk mempertahankan negaranya. Hal ini yang menjadi tuntutan minimum. Yang artinya, kalau ada kecakapan lain, tentu lebih baik, tetapi manakala suatu bangsa telah sanggup mempertahankan negerinya dengan darahnya sendiri, dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa telah masak untuk merdeka. Begitu juga dengan Indonesia, di saat semua sedia mati walau dengan bambu runcing untuk mempertahankan Indonesia, di saat itu pula Indonesia masak untuk merdeka.
            Kemerdekaan itu perlu tekad yang bulat. Tekad yang berasal dari hati yang tulus. Kalau setiap orang di dalam hatinya telah merdeka itulah kemerdekaan. Di dalam Indonesia merdeka itulah kita kemerdekaan rakyat kita. Di dalam Indonesia merdeka itulah kita memerdekakan hatinya bangsa kita.
            Jangan pernah takut untuk merdeka. Syarat-syarat suatu negara yang merdeka menurut hukum internasional yaitu ada rakyatnya, ada buminya, ada pemerintahannya. Dengan tiga syarat itulah Bung Karno memijakkan tekadnya untuk merdeka. Jika beliau menunggu semua infrastruktur terpenuhi, 20 tahun kemudian Indonesia baru merdeka.
            Pada saat mendirikan negara, hal yang paling penting untuk dibentuk dan dibangun adalah pandangan/dasar/pijakan yang menjadi landasan berdirinya suatu negara. Seperti Hittler yang mendirikan Jerman di atas filsafat nasionalis-sosialisme yang telah menjadi dasar negara Jerman. Lenin yang mendirikan Uni Sovyet di atas Marxisme, Sejarah-materialistik. Jepang di atas Tenno Koodoo Seishin.  Yang menjadi masalahnya adalah pandangan hidup yang bagaimana yang akan Indonesia jalankan.
            Pandangan hidup atau dasar suatu negara itu sendiri bukan hal yang mudah untuk dibangun. Membutuhkan waktu yang cukup lama. Seperti halnya dengan Hittler yang mulai menaiki singgasananya pada tahun 1933 tetapi beliau mulai merancang dasar negaranya sejak tahun 1921. Begitu juga dengan Sun Yat Sen yang mulai merancang dasar negara yang akan dibentuk sejak tahun 1885 dan baru dapat mendirikan Negara Tiongkok pada tahun 1912.
            Bagaimana dengan Indonesia? Bung Karno mengusulkan dasar negara yang pertama yaitu dasar kebangsaan. Dasar kebangsaan bukan berarti dalam arti sempit, tetapi negara nasional. Definisi bangsa menurut Otto Bauer yaitu bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib. Menurut Ernest Renan bangsa adalah segerombolan manusia yang mau bersatu  dan yang merasa dirinya bersatu.
            Kesatuan atau kebangsaan yang dimaksud tidaklah hanya kesatuan Minangkabau, kesatuan rakyat Pasundan, kesatuan rakyat Yogya. Tetapi itu semua adalah sebahagian kecil dari kesatuan Indonesia. Kita harus menuju untuk mendirikan Negara Nasional di atas kesatuan Bumi Indonesia dari ujung Sumatra sampai ke Irian Jaya.
            Prinsip kebangsaan ini punya sisi negatifnya yaitu meruncingnya nasionalisme menjadi chauvinisme atau nasionalisme yang berlebihan. Ini menyebabkan paham Indonesia di atas semua bangsa-bangsa. Inilah bahanya, kita cinta tanah air satu, merasa berbangsa satu, mempunyai bahasa satu, tetapi Tanah Air Indonesia adalah sebahagian kecil dari dunia.
            Kebangsaan yang diutarakan Bung Karno bukanlah kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme. Jangan berkata bahwa bangsa Indonesialah yang terbagus dan termulia serta kita meremehkan bangsa lain. Kita harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia. Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia merdeka, tetapi kita harus menuju pula pada kekeluargaan bangsa-bangsa di dunia.
            Inilah prinsip ke dua, yaitu internasionalisme. Internasionalisme tidak dapat subur kalau tidak berakar di dalam bumi nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak dapat hidup di dalam taman sarinya internasionalisme. Jadi, dua hal ini prinsip 1 dan prinsip 2 adalah bergandengan erat satu sama lainnya.
            Dasar yang ke tiga yaitu dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua”,”satu buat semua, semua buat satu.” Dengan keyakinan, syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan.
            Prinsip yang ke empat yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Seperti dalam prinsipnya San Min Chu I ialah Mintsu, Min Chuan, Min Sheng: Nasionalisme, Demokrasi, Sosialisme. Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politik ekonomi demokrasi yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial. Dalam badan pemusyawaratan yang akan dibuat, hendaknya bukan badan permusyawaratan demokrasi politik saja, tetapi badan yang bersama dengan masyarakyat dapat mewujudkan dua prinsip keadilan politik dan keadilan sosial.
             Prinsip yang ke lima yaitu prinsip ketuhanan. Kita hendaknya menyusun Indonesia mendeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hendaknya juga negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya bertuhan secara kebudayaan, yakni tiada “egoisme agama”. Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang bertuhan. Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain.

            Dasar-dasar negara yang telah diusulkan ada lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedangkan kita membicarakan dasar. Namanya ialah Pancasila. Sila artinya “asas” atau “dasar”, dan di atas ke lima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.
            Namun jikalau tidak menyukai lima bilangan tersebut, dapat disingkat menjadi tiga bilangan saja. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme , kebangsaan dan perikemanusiaan dapat diganti menjadi Sosio-nasinalisme.
            Dan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tetapi politik ekomi demokrasi , demokrasi dengan kesejahteraan. Dapat menjadi satu yaitu Sosio-demokrasi. Dan yang ke tiga adalah Ketuhanan.
            Jadi yang lima telah menjadi tiga yaitu Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi dan Ketuhanan. Inilah Trisila yang dianjurkan. Namun jika diminta satu, satu dasar saja, sudah ada.
            Seperti yang telah dikatakan, kita mendirikan Negara Indonesia yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua. Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesmoe buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia. Semua buat semua! Jikalau lima diperas menjadi tiga, tiga menjadi satu maka satu perkataan Indonesia yaitu perkataan “gotong royong”. Alangkah hebatnya ! Negara Gotong Royong!
“Gotong-royong” adalah paham yang dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan”. Kekeluargaan adalah satu paham yang statis, tetapi gotong royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe. Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini bersama-sama! Gotong royong adalah banting tulang bersama-sama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebhagiaan semua. Holopiskuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong!
Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Ekasila. Itulah prisnip yang diusulkan demi Indonesia merdeka yang abadi. Di dalam masa peperangan kita mendirikan negara Indonesia. Di dalam gunturnya peperangan! Kita mendirikan negara Indoensia bukan di dalam sinarnya bulan purnama, tetapi di bawah palu godam peperangan dan di dalam api peperangan. Timbulah Indonesia merdeka, Indonesia yang gembelengan, Indonesia merdeka yang di gembleng dalam api peperangan dan Indonesia yang demikian itu adalah negara Indonesia yang kuat bukan negara Indonesia yang lambat laun mejadi bubur.
Bung Karno telah berjuang dari 1918 hingga 1945 sejarang ini mengenai dasar negara ini. Untuk membangun nasionalistis Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia yang hidup dalam perikemanusiaan, untuk pemufakatan , untuk social reachtvaardigheid, untuk ketuhanan. Pancasila, itulah yang berkobar-kobar di dada Bung Karno sejak berpuluh puluh tahun. Tetapi kita harus mengerti seinsyaf-insyafnya bahwa tidak ada satu dasar negara yang dapat menjelma dengan sendirinya, menjadi kenyataan tanpa adanya perjuangan.
Jangan pernah mengira bahwa dengan berdirinya negara Indonesia merdeka itu perjuangan kita telah berakhir. Tidak! Bahkan di dalam Indonesia merdeka itu perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dengan perjuangan sekarang, lain coraknya. Nanti kita bersama-sama, sebagai bangsa yang bersatu padu, berjuang terus menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan di dalam Pancasila.
Dan terutama bahwa Indonesia merdeka tidak dapat datang jika bangsa Indoensia tidak berani mengambil resiko, tidak berani terjun menyelami mutiara di dalam samudra sedalam-dalamnya. Jikalau bangsa Indonesia tidak bersatu dan tidak menekadkan mati-matian untuk mencapai Indoensia merdeka, tidaklah kemerdekaan itu menjadi milik bangsa Indonesia buat selama-lamanya, sampai akhir zaman! Kemerdekaan hanya didapat dan dimiliki oleh bangsa yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad: Merdeka atau Mati!
            Sungguh luar biasa pemikiran Bung Karno mengenai dasar negara Indonesia ini. Beliau memiliki tekad yang kuat untuk memerdekakan bangsa Indonesia yang sekaligus dengan pandangan hidup atau dasar negara yang diungkapkannya. Terbukti dengan itu, buah pemikiran beliau masih kita gunakan hingga sekarang ini. Namun jika harus dibandingkan dengan pemaknaan arti dari Pancasila sendiri tidaklah sama. Pemaknaan arti Pancasila itu sendiri hingga sekarang telah memudar. Ini merupakan hal yang harus kita perhatikan bersama, bagaimana memunculkan dan menanamkan kembali pemaknaan Pancasila itu sendiri. Semoga apabila telah terwujud, Indonesia akan menjadi lebih baik lagi dari sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar