Telah
lelah dan letih bangsa Indonesia menjadi budak jajahan bangsa lain, para tokoh
pendiri Negara Indonesia sudah mulai mempersiapkan dan merencanakan bahwa
Indonesia haruslah merdeka. Dibantu oleh Dokuritsu
Zyumbi Tyoosakai atau BPUPKI (Badan Pembentukan Usaha Kemerdekaan
Indonesia) yang dibentuk oleh pemerintah Jepang. Terdapat tiga usulan dasar
negara Indonesia yaitu oleh Moh.Yamin, Drs. Moh Hatta dan yang terakhir adalah
Ir. Soekarno.
Namun, perkataan dan istilah
Pancasila yang sekarang kita gunakan berasal dari cetusan Ir. Soekarno. Dalam
pidato saat pemberian usulan dasar negara Ir. Soekarno mengungkapkan Pancasila,
Trisila dan Ekasila. Yang mana dari ketiga istilah tersebut, merupakan satu kesatuan
dan berhubungan satu sama lainnya.
Di pembukaan pidato Ir. Soekarno,
beliau dengan lugas menekankan bahwa banyak negara yang telah merdeka tetapi
isi dari kemerdekaan tersebut berbeda-beda. Sebagai contoh adalah Negara Sovyet
yang merdeka. Pada saat Negara Sovyet merdeka, sebagian besar rakyatnya tidak
bisa membaca dan menulis bahkan dari buku-buku yang terkenal sekalipun. Selain
itu juga masyarakat Rusia yang Musyik yaitu
golongan yang percaya adanya Tuhan tetapi tidak menganut agama. Namun, Lenin tetap
memutuskan untuk merdeka walau Ia tahu masalah yang Ia hadapi jika sudah
merdeka. Dan setelah merdeka itu, Lenin berusaha untuk memperbaikinya menjadi
lebih baik. Mulai berkembang kereta-kereta angkutan, stasiun radio dll.
Bung Karno menyimpulkan bahwa
kemerdekaan itu adalah satu jembatan emas. Yang paling penting adalah merdeka
itu sendiri. Setelah kita merdeka, barulah dengan kemerdekaan yang kita miliki
kita mengadakan pembagunan dan lainnya. Beliau berusaha memantapkan hati setiap
orang untuk merdeka.
Persamaan yang dapat diambil dari
setiap negara yang sudah merdeka adalah ketangguhan negara tersebut untuk
mempertahankan negaranya. Hal ini yang menjadi tuntutan minimum. Yang artinya,
kalau ada kecakapan lain, tentu lebih baik, tetapi manakala suatu bangsa telah
sanggup mempertahankan negerinya dengan darahnya sendiri, dengan dagingnya
sendiri, pada saat itu bangsa telah masak untuk merdeka. Begitu juga dengan
Indonesia, di saat semua sedia mati walau dengan bambu runcing untuk
mempertahankan Indonesia, di saat itu pula Indonesia masak untuk merdeka.
Kemerdekaan itu perlu tekad yang
bulat. Tekad yang berasal dari hati yang tulus. Kalau setiap orang di dalam
hatinya telah merdeka itulah kemerdekaan. Di dalam Indonesia merdeka itulah
kita kemerdekaan rakyat kita. Di dalam Indonesia merdeka itulah kita
memerdekakan hatinya bangsa kita.
Jangan pernah takut untuk merdeka.
Syarat-syarat suatu negara yang merdeka menurut hukum internasional yaitu ada
rakyatnya, ada buminya, ada pemerintahannya. Dengan tiga syarat itulah Bung
Karno memijakkan tekadnya untuk merdeka. Jika beliau menunggu semua
infrastruktur terpenuhi, 20 tahun kemudian Indonesia baru merdeka.
Pada saat mendirikan negara, hal
yang paling penting untuk dibentuk dan dibangun adalah pandangan/dasar/pijakan
yang menjadi landasan berdirinya suatu negara. Seperti Hittler yang mendirikan
Jerman di atas filsafat nasionalis-sosialisme yang telah menjadi dasar
negara Jerman. Lenin yang mendirikan Uni Sovyet di atas Marxisme,
Sejarah-materialistik. Jepang di atas Tenno
Koodoo Seishin. Yang menjadi
masalahnya adalah pandangan hidup yang bagaimana yang akan Indonesia jalankan.
Pandangan hidup atau dasar suatu
negara itu sendiri bukan hal yang mudah untuk dibangun. Membutuhkan waktu yang
cukup lama. Seperti halnya dengan Hittler yang mulai menaiki singgasananya pada
tahun 1933 tetapi beliau mulai merancang dasar negaranya sejak tahun 1921.
Begitu juga dengan Sun Yat Sen yang mulai merancang dasar negara yang akan
dibentuk sejak tahun 1885 dan baru dapat mendirikan Negara Tiongkok pada tahun
1912.
Bagaimana dengan Indonesia? Bung
Karno mengusulkan dasar negara yang pertama yaitu dasar kebangsaan. Dasar
kebangsaan bukan berarti dalam arti sempit, tetapi negara nasional. Definisi
bangsa menurut Otto Bauer yaitu
bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib. Menurut
Ernest Renan bangsa adalah
segerombolan manusia yang mau bersatu
dan yang merasa dirinya bersatu.
Kesatuan atau kebangsaan yang
dimaksud tidaklah hanya kesatuan Minangkabau, kesatuan rakyat Pasundan,
kesatuan rakyat Yogya. Tetapi itu semua adalah sebahagian kecil dari kesatuan
Indonesia. Kita harus menuju untuk mendirikan Negara Nasional di atas kesatuan
Bumi Indonesia dari ujung Sumatra sampai ke Irian Jaya.
Prinsip kebangsaan ini punya sisi
negatifnya yaitu meruncingnya nasionalisme menjadi chauvinisme atau nasionalisme yang berlebihan. Ini menyebabkan
paham Indonesia di atas semua bangsa-bangsa. Inilah bahanya, kita cinta tanah
air satu, merasa berbangsa satu, mempunyai bahasa satu, tetapi Tanah Air
Indonesia adalah sebahagian kecil dari dunia.
Kebangsaan yang diutarakan Bung
Karno bukanlah kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme. Jangan berkata bahwa bangsa Indonesialah yang terbagus
dan termulia serta kita meremehkan bangsa lain. Kita harus menuju persatuan
dunia, persaudaraan dunia. Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia
merdeka, tetapi kita harus menuju pula pada kekeluargaan bangsa-bangsa di
dunia.
Inilah prinsip ke dua, yaitu
internasionalisme. Internasionalisme tidak dapat subur kalau tidak berakar di dalam bumi
nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak dapat hidup di
dalam taman sarinya internasionalisme. Jadi, dua hal ini prinsip 1 dan prinsip
2 adalah bergandengan erat satu sama lainnya.
Dasar yang ke tiga yaitu dasar mufakat,
dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara
untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya.
Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua”,”satu buat semua, semua buat
satu.” Dengan keyakinan, syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia
ialah permusyawaratan, perwakilan.
Prinsip yang ke empat yaitu prinsip
kesejahteraan, prinsip tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Seperti dalam
prinsipnya San Min Chu I ialah Mintsu, Min Chuan, Min Sheng: Nasionalisme,
Demokrasi, Sosialisme. Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan
demokrasi barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politik
ekonomi demokrasi yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial. Dalam badan pemusyawaratan
yang akan dibuat, hendaknya bukan badan permusyawaratan demokrasi politik saja,
tetapi badan yang bersama dengan masyarakyat dapat mewujudkan dua prinsip
keadilan politik dan keadilan sosial.
Prinsip yang ke lima yaitu prinsip ketuhanan.
Kita hendaknya menyusun Indonesia mendeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Hendaknya juga negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya
dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya
bertuhan secara kebudayaan, yakni tiada “egoisme agama”. Dan hendaknya Negara
Indonesia satu Negara yang bertuhan. Ketuhanan yang hormat-menghormati satu
sama lain.
Dasar-dasar negara yang telah
diusulkan ada lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma
tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedangkan kita membicarakan
dasar. Namanya ialah Pancasila. Sila artinya “asas” atau “dasar”, dan di atas
ke lima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.
Namun jikalau tidak menyukai lima
bilangan tersebut, dapat disingkat menjadi tiga bilangan saja. Dua dasar yang
pertama, kebangsaan dan internasionalisme , kebangsaan dan perikemanusiaan
dapat diganti menjadi Sosio-nasinalisme.
Dan demokrasi yang bukan demokrasi
Barat, tetapi politik ekomi demokrasi , demokrasi dengan kesejahteraan. Dapat
menjadi satu yaitu Sosio-demokrasi. Dan yang ke tiga adalah Ketuhanan.
Jadi yang lima telah menjadi tiga
yaitu Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi dan Ketuhanan. Inilah Trisila yang
dianjurkan. Namun jika diminta satu, satu dasar saja, sudah ada.
Seperti yang telah dikatakan, kita
mendirikan Negara Indonesia yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat
semua. Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan
Hadikoesmoe buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang
kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia. Semua buat semua! Jikalau
lima diperas menjadi tiga, tiga menjadi satu maka satu perkataan Indonesia
yaitu perkataan “gotong royong”. Alangkah hebatnya ! Negara Gotong Royong!
“Gotong-royong” adalah paham yang dinamis, lebih
dinamis dari “kekeluargaan”. Kekeluargaan adalah satu paham yang statis, tetapi
gotong royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang
dinamakan anggota terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe. Marilah kita
menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini bersama-sama! Gotong royong
adalah banting tulang bersama-sama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat
semua buat kebhagiaan semua. Holopiskuntul-baris buat kepentingan bersama!
Itulah Gotong Royong!
Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Ekasila.
Itulah prisnip yang diusulkan demi Indonesia merdeka yang abadi. Di dalam masa
peperangan kita mendirikan negara Indonesia. Di dalam gunturnya peperangan!
Kita mendirikan negara Indoensia bukan di dalam sinarnya bulan purnama, tetapi
di bawah palu godam peperangan dan di dalam api peperangan. Timbulah Indonesia
merdeka, Indonesia yang gembelengan, Indonesia merdeka yang di gembleng dalam
api peperangan dan Indonesia yang demikian itu adalah negara Indonesia yang
kuat bukan negara Indonesia yang lambat laun mejadi bubur.
Bung Karno telah berjuang dari 1918 hingga 1945
sejarang ini mengenai dasar negara ini. Untuk membangun nasionalistis Indonesia,
untuk kebangsaan Indonesia yang hidup dalam perikemanusiaan, untuk pemufakatan
, untuk social reachtvaardigheid,
untuk ketuhanan. Pancasila, itulah yang
berkobar-kobar di dada Bung Karno sejak berpuluh
puluh tahun. Tetapi kita harus
mengerti seinsyaf-insyafnya bahwa tidak ada satu dasar negara yang dapat
menjelma dengan sendirinya, menjadi kenyataan tanpa adanya perjuangan.
Jangan pernah
mengira bahwa dengan berdirinya negara Indonesia merdeka itu perjuangan kita
telah berakhir. Tidak! Bahkan di dalam Indonesia merdeka itu perjuangan kita
harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dengan perjuangan sekarang, lain
coraknya. Nanti kita bersama-sama, sebagai bangsa yang bersatu padu, berjuang
terus menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan di dalam Pancasila.
Dan terutama bahwa Indonesia merdeka tidak dapat
datang jika bangsa Indoensia tidak berani mengambil resiko, tidak berani terjun
menyelami mutiara di dalam samudra sedalam-dalamnya. Jikalau bangsa Indonesia
tidak bersatu dan tidak menekadkan mati-matian untuk mencapai Indoensia
merdeka, tidaklah kemerdekaan itu menjadi milik bangsa Indonesia buat
selama-lamanya, sampai
akhir zaman! Kemerdekaan hanya didapat dan dimiliki oleh bangsa yang jiwanya
berkobar-kobar dengan tekad: Merdeka atau Mati!
Sungguh
luar biasa pemikiran Bung Karno mengenai dasar negara Indonesia ini. Beliau memiliki
tekad yang kuat untuk memerdekakan bangsa Indonesia yang sekaligus dengan
pandangan hidup atau dasar negara yang diungkapkannya. Terbukti dengan itu,
buah pemikiran beliau masih kita gunakan hingga sekarang ini. Namun jika harus
dibandingkan dengan pemaknaan arti dari Pancasila sendiri tidaklah sama.
Pemaknaan arti Pancasila itu sendiri hingga sekarang telah memudar. Ini
merupakan hal yang harus kita perhatikan bersama, bagaimana memunculkan dan
menanamkan kembali pemaknaan Pancasila itu sendiri. Semoga apabila telah
terwujud, Indonesia akan menjadi lebih baik lagi dari sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar