Kamis, 16 Mei 2013

IDEOLOGI PANCASILA ≠ TERORISME


Ideologi
Ideologi adalah suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu secara moral dianggap benar dan adil, mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai segi kehidupan. Atau dalam pengertian mudahnya adalah pandangan kedepan yang bersifat tidak akan pernah selesai.
Indonesia menganut ideologi pancasila, pancasila sebagai ideologi terbuka dan dinamis Terbuka dalam arti, pancasila memiliki nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, perwakilan dan permusyawarahan, keadilan sosial.

Idelogi dikatakan terbuka apabila pada dirinya memiliki unsur fleksibilitas. Unsur ini mencerminkan adanya kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, yaitu adanya penerimaan terhadap interprestasi baru yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Ideologi ini dapat menerima pengaruh luar yang sesuai atau menguatkan nilai sehingga dapat berinteraksi dengan ideologi-ideologi lain di dunia.
Terorisme
Rex A Hudson, dalam karyanya "The Sociology and Pscycology of Terorisme" (2011), mendefinisikan teroris adalah kekerasan yang direncanakan bermotivasi politik ditujukan kepada target-target yang tidak bersenjata oleh kelompok-kelompok sempalan atau agen-agen bawah tanah, biasanya bertujuan untuk memengaruhi khalayak.
Dr. F. Budi Hardiman dalam artikelnya yang berjudul “Terorisme: Paradigma dan Definisi” menyatakan bahwa “Terorisme merupakan kegiatan yang sudah cukup tua dalam sejarah umat manusia. Fenomena menakut-nakuti, mengancam, memberi kejutan kekerasan atau membunuh dengan maksud menyebarkan rasa takut adalah taktik-taktik yang sudah melekat dalam perjuangan kekuasaan, jauh sebelum hal-hal itu dinamai terror atau terorisme”
Terorisme adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dengan cara terencana dan sesuai dengan target-target yang telah ditentukan, yang sifatnya ancaman, kekerasan fisik seperti penyelundupan bom serta mengandung ketakutan yang luar biasa. Oleh karena itu, terorisme merupakan kejahatan luar biasa yang sudah semestinya harus dibasmi dan ditindak secara tegas pelakunya, sebab telah membahayakan stabilitas negara Indonesia.
Pemicu terorisme dapat disebabkan juga oleh faktor ekonomi, sosial, politik, dan bahkan ideologi. Akan tetapi, dalam realitasnya di Indonesia, pemicu terorisme lebih bermuatan pada ideologi agama. Ideologi yang dianut pemerintah, dengan ideologi yang dianut para teroris inilah yang justru berpengaruh terhadap suburnya radikal dan kelompok teroris. Upaya menyampaikan ketidakpuasan mereka terhadap ideologi yang berlaku, mereka tidak dapat melakukannya dengan cara yang biasa karena akan berakibat fatal. Mereka mengirimkan pesan melalui aksi-aksi luar biasa dalam bentuk teror.
Pelaku terorisme saat ini telah menyalahi nilai-nilai pancasila, terutama dalam sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam sila pertama, setiap warga negara wajib berketuhanan Yang Maha Esa, sikap saling menghormati dan bekerja sama antar-umat beragama perlu diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai upaya menjalankan sila pertama dengan tujuan untuk menghindari praktik aksi terorisme dan kekerasan atas nama agama dengan tujuan menciptakan kerukunan antar-umat manusia.
Sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Sila kedua ini menekankan bahwa setiap warga negara harus selalu menghargai harkat dan martabat orang lain, tidak boleh berbuat tercela menghina atau bahkan melakukan ancaman atau teror. Harkat dan martabat manusia harus dijunjung dengan cara yang adil dan beradab. Pengakuan atas harkat dan martabat kemanusiaan yakni kedudukan dan derajat yang sama. Saling mencintai sesama manusia. Mengembangkan sikap tenggang rasa, tepa slira.
Dalam Sila ketiga, upaya merajut rasa kebangsaan dan cara mengatasi persoalan terorisme harus dipererat kembali dengan mengimplementasikan sila ketiga atas pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga aksi terorisme dapat diatasi dengan menggunakan pemahaman atas sila ketiga, yakni mengedepankan rasa kebangsaan bersama untuk persatuan dan kesatuan di antara warga negara Indonesia.
Faktor penyebab Terorisme
            Yang pertama adalah modernisasi. Di era modern ini banyak manusia yang kehilangan jati dirinya sendiri. Maka dari itu, setiap manusia mencari jalan keluarnya yaitu dengan agama. Orang-orang tersebut yang termasuk dalam kelompok fundamentalis. Kaum fundamentalis adalah orang-orang yang menginginkan agar manusia menjalankan agama sesuai dengan isi atau esensi asli dari kitab suci tanpa adanya pemaknaan dan penafsiran yang sesuai dengan masa kini. Mereka berpikir malah yang menafsirkan agama adalah yang menyimpang dari ajaran agama. Mereka tidak memiliki aspek historis dan aspek filosofis terhadap suatu teks.
            Yang kedua adalah keenganan manusia untuk saling berdialog. Terutama bagi para fundamentalis yang tidak ingin adanya dialog. Memang saat ini sudah ada berdialog dengan para pemuka agama. Namun, yang menjadi masalah adalah, ketika tokoh agama yang berdialog bagaimana dengan masyarakat umum?  Ini yang harus difikirkan kembali. Seharusnya yang berdialog itu adalah para tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh besar terhadap suatu kelompok masyarakat.
            Yang ke tiga adalah kapitalisme global. Sebuah paham dimana kekayaan menjadi fokus utama dari kehidupan seseorang. Kapitalisme memandang manusia sebagai pragmatis, di mana manusia dianggap sebagai atribut yang melekat, bukan apa adanya. Kapitalisme memang membawa dampak baik bagi perkembangan IPTEK namun menimbulkan dampak buruk karena terjadi eksploitasi besar-besaran dan juga terjadi kesenjangan sosial yang terjadi akibat sifat individualis dan serakah dalam pola hidup masyarakat.
            Dan faktor-faktor adanya terorisme di Indonesia menurut presiden SBY adalah
  1. Ideologi yang radikal
Pemahaman ideologi yang radikal ini menjadikan permasalahan yang pelik. Sifat radikal yang membuat masyarakat takut akan memberikan dampak yang sangat buruk bagi Indonesia.
  1. Penyimpangan terhadap ajaran agama keliru, mana jalan menuju surga dan menuju negara.
Ini sangat jelas, di mana pemahaman agama yang keliru dapat membuat perlakuan yang berbeda.
  1. Kondisi kehidupan yang susah, sulit, absolut dan keterbelakangan sebab kondisi yang ekstrim memberikan kemungkinan pengaruh dan provokasi.
Kondisi yang ekstrim seperti yang disebutkan juga menjadi faktor Indonesia terjadi adanya terorisme. Dengan iming-iming duit dan harta mereka mau melakukan aksi terorisme seperti bom bunuh diri. Selain itu juga adanya brain washing mengenai ideologi para terorisme tersebut yang terus menerus di berikan pada calon teroris.
Solusi
Menurut SBY :
  1. Diperlukan pendidikan agama dari dini, pendidikan agama yang bisa mencegah radikalisme, ekstrimisme, sehingga dapat menggunakan akal sehat dengan normal.
  2. Memperbaiki kurikulum yang mempelajari ekstrimisme dan pembangunan merata yang berlanjut, yang menyentuh sisi-sisi paling fundamental di masyarakat.
  3. Pengawasan harus ditingkatkan, intelijen harus bekerja terus menerus selama 24 jam, yang tajam. Antar tetangga juga saling mengawasi kalau ada yang mencurigakan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar