Perkembangan
ekonomi serta politik di Indonesia mengalami perubahan yang cukup signifikan.
Tidak ada yang dapat membantah bahwa kehidupan ekonomi dan politik ini saling
mempengaruhi interdependen. [1]Konstelasi dan stabilitas
politik sangat mempengaruhi mungkin tidaknya kebijakan-kebijakan ekonomi
tertentu diberlakukan. Tingkat perkembangan ekonomi sangat menentukan pola
pikir dan toleransi di bidang politik. Hal ini juga akan berdampak terhadap
organisasi-organisasi yang ada. Perkembangan yang kemudian saling mempengaruhi
elemen-elemen di dalamnya membuat adanya ketergantungan seperti siklus dan
siklis yang tidak dapat berhenti.
Berbicara mengenai organisasi,
pengertian menurut Robbins adalah sebuah unit sosial yang dikoordinasikan
secara sadar, terdiri atas dua orang atau lebih dan yang relatif terus-menerus
guna mencapai satu atau serangkaian tujuan bersama. Organisasi memiliki anggota
yang dapat dikatakan sebagai individu-individu yang terstruktur. Individu
tersebut membutuhkan penyesuain dengan keadaan sekitar organisasi. Penyesuaian
atau adaptasi terhadap organisasi didefinisikan sebagai kapasitas organisasi
untuk merangkul perubahan atau diubah agar sesuai dengan lingkungan yang
berubah.
Hidupnya sebuah organisasi juga di tentukan bagaimana organisasi tersebut dapat melihat situasi di sekitarnya. Situasi yang di maksud adalah bagaimana sebuah organisasi melihat perkembangan yang dapat mempengaruhi organisasi. Kemampuan sebuah organisasi untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman pun harus di tingkatkan. Banyak perkembangan zaman yang sekiranya dapat membuat sebuah organisasi tersebut menjadi lebih modern. Sebagai contoh misalnya organisasi dalam bidang profit. Dengan adanya perkembangan di bidang teknologi, sebuah organisasi dapat memiliki kemudahan dalam bertransaksi penjualan maupun pembelian yang kemudian akan berdampak pada peningkatan keuntungan. Kemudahan tersebut dapat dilihat dengan adanya mesin ATM yang memperlancar transaksi pengiriman tanpa harus menunggu lama. Kemudian dengan adanya internet, setiap organisasi mampu memperkenalkan keunggulannya sebagai organisasi untuk dapat bersaing dengan organisasi lain di dunia luar.
Organisasi non profit pun juga
sebaiknya mengikuti perkembangan zaman, baik itu ekonomi, politik maupun
teknologi dan lainnya. Hal ini juga menguntungkan bagi organisasi tersebut,
karena secara tidak langsung manusia itu dinamis di mana adanya
perubahan-perubahan di masyarakat. Hendaknya organisasi pun dapat menyesuaikan
dengan perubahan masyarakat yang agar nantinya organisasi tersebut masih dapat
terus ‘hidup’.
Adaptasi suatu organisasi terhadap
perkembangan ekonomi, politik, teknologi dan lainnya dirasa perlu dan
selayaknya terjadi. Seperti yang telah di paparkan bahwa organisasi terdiri
dari individu-individu yang berkumpul memiliki tujuan yang sama, individu ini
merupakan benda dinamis yang akan selalu mengalami perubahan. Perubahan yang di
alami individu ini pun juga di perngaruhi karena adanya perkembangan ekonomi
maupun politik di lingkungan sekitarnya. Keterkaitan ini akan menjadi sebuah siklus
yang saling berpengaruh satu dengan yang lain.
Proses mengadaptasi sebuah nilai,
sudut pandang atau ideologi ini kemudian akan di bahas lebih lanjut dengan teori
enactment oleh Karl Weick. Menurut beliau, proses pengorganisasian merupakan
sebuah pengurangan equivocality dari
sebuah perubahan yang di alami sebuah organisasi. Weick berpendapat bahwa
organisasi berada dalam suatu lingkungan yang bukan hanya lingkungan fisik akan
tetapi lingkungan informasi. Sebuah organisasi akan dikelilingi dan di penuhi
berbagai macam informasi yang berasal dari berbagai sumber. Disinilah kemudian
proses organizing Weick di gunakan
untuk mengurangi keambiguitas dari sebuah pesan yang di terima.
Terdapat tiga tahapan dalam Weick’s organizing untuk mengurangi equivocality. Yang pertama adalah enactment. Enactment merupakan proses di mana organisasi menciptakan
lingkungannya sendiri dengan cara melakukan interpretasi dan memberikan makna terhadap
suatu hal yang terjadi atau input yang ada.
Yang
ke dua adalah selection. Dalam tahap
ini, organisasi menetapkan pilihan dan penentuan makna terhadap suatu input
yang masuk. Tahap ini akan terbentuk assembly
rules dan communications cycle. Assembly rules merupakan prosedur yang
bisa memandu anggota organisasi dalam menetapkan pola tertentu. Sedangkan communications cycle anggota organisasi
berusaha memahami situasi dalam lingkungan yang equivocality.
Dan
tahap terakhir adalah retention. Sebuah
tahap yang telah memiliki standar khusus, peraturan atau menjadi pedoman yang
telah di setujui bersama sebagai suatu kebiasaan ketika menghadapi input yang
sama. Sebuah penciptaan standar khusus ini juga merupakan proses penetapan dari
berbagai macam communications cycle
yang kemudian menjadi sebuah rules dari
sebuah organisasi.
Dalam essai ini yang akan diangkat menjadi
studi kasus adalah bagaiman organisasi PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik
Republik Indonesia) melakukan proses organizing
sesuai dengan perkembangan ekonomi dan politik dan faktor lainnya untuk tetap
bertahan di tengah persaingan organisasi serupa yang lebih ‘hidup’.
PMKRI merupakan singkatan dari
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia yang merupakan organisasi
kemahasiswaan berbasis politik yang melibatkan agama. Banyak organisasi yang
serupa dengan PMKRI seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), GMKI (Gerakan
Mahasiswa Kristen Indonesia), Ta Hsioh (perkumpulan mahasiswa Tionghoa), dll. PMKRI
berdiri pada tanggal 25 Mei 1947 di Yogyakarta. Singkat cerita, PMKRI merupakan
salah satu organisasi yang mengambil peran dalam menunjukan perjuangan sebagai
organisasi yang bertujuan ikut serta mewujudkan masyarakat adil makmur
berdasarkan Pancasila. PMKRI gentar melawan situasi saat G30SPKI, dan kemudian
saat masa orde baru yang banyak penyimpangan.
Sebagai sebuah organisasi yang
sangat terstruktur PMKRI memiliki pengurus pusat yang berada di Jakarta, dan kemudian
memiliki 20 cabang PMKRI yang tersebar di seluruh Indonesia seperti PMKRI
cabang Nias, Medan, Padang, Pekanbaru, Yogyakarta, Tondano, Manado, Jayapura
dll. Dari setiap cabang yang ada akan memiliki seorang jajaran kepemimpinan
yang disebut DPC (Dewan Pimpinan Cabang) yang terdiri dari ketua presidium,
sekretaris jendral, bendahara, presidium-presidum sebagai bidang khusus
penanganan seperti presidium pengembangan organisasi, presidium pendidikan dan
kaderisasi, dan tentunya anggota PMKRI.
Setiap organisasi pasti memiliki visi dan
misi, begitu juga halnya dengan PMKRI. [2]Visi PMKRI yaitu terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan,
dan persaudaraan sejati yang di wujudkan ke dalam sebuah misi yaitu berjuang dengan terlibat dan berpihak kepada
kaum tertindas melalui kaderisasi intelektual populis dengan dijiwai oleh
nilai-nilai kekatolikan demi terwujudnya keadilan sosial kemanusiaan dan
persaudaraan sejati. PMKRI juga memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga (AD&ART) yang terususun secara rinci yang dituangkan ke dalam 13
pasal AD dan 16 pasal ART.
Telah 67 tahun PMKRI berdiri dan
melewati berbagai macam fase perkembangan ekonomi dan politik di Indonesia.
Mulai dari awal kemerdekaan, masa G30SPKI, masa orde baru, masa reformasi
hingga sekarang. Dahulu PMKRI bisa dikatakan sebagai organisasi yang sangat
politik, berusaha memperjuangakan kepentingan bersama dengan melakukan aksi
demo turun ke jalan dan menyuarakan aspirasinya. Namun, jika melihat sekarang,
sudah sangat jarang mahasiswa yang peka akan hal politik maupun sosialnya.
Sehingga banyak mahasiswa yang tidak simpati dengan PMKRI. Hal ini berdampak
pada semakin sedikitnya kader-kader PMKRI yang masuk di zaman sekarang.
[3]Menara News, “Benahi
Krisis Kepemimpinan, PMKRI Gelar Kongres Ke XXVIII dan MPA ke XXVII” PMKRI
mengadakan kongres sebagai suatu cara untuk
“Tujuan
kongres ini adalah
bagaimana kita bisa mengevaluasi kepimpinan saat ini dan bagaimana kemudian
peran pemuda saat ini dalam kepimpinan saat itu, titik utamanya bahwa kaum muda
sudah waktunya untuk mengambil bagian dalam kepimpinan nasional karena terjadi
krisis kepimpinan saat ini dan PMKRI cabang Surabaya, secara organisasi sedang
mengalami krisis kader dan itu yang kami benahi saat ini” Ungkap Nino ketua
presidium PC PMKRI Surabaya
Sesuai dengan berita di atas bahwa krisis
kepemimpinan terjadi pada PMKRI dan juga beberapa organisasi penggerak lainnya.
Situasi ini membuat PMKRI harus beradaptasi dengan perkembangan zaman. Proses enactment berjalan dalam fase ini. PMKRI
dengan sistem dahulu agak sulit jika di terapkan saat sekarang yang mana para
mahasiswa sudah tidak mulai peka dengan politik dan melakukan aksi protes
berdemo. Di samping itu pula, banyak organisasi kemahasiswaan lainnya yang
lebih menggiurkan, dalam arti bahwa lebih membuat fun, yang tidak kaku seperti halnya PMKRI. Kekakuan PMKRI ini dapat
dilihat dengan aturan-aturan atau tradisi PMKRI yang bersifat resmi. Sifat
resmi tersebut misalnya, penggunaan atribut lengkap ketika melakukan rapat,
menyanyikan lagu himne, kemudian penggunaan diksi yang resmi membuat PMKRI beda
dengan organisasi kemahasiswaan sekarang yang cenderung santai, luwes dan tidak
kaku seperti halnya PMKRI. Berdasarkan situasi tersebut, PMKRI tidak
memungkinkan untuk mengikuti sama dengan sistem organisasi lain demi menarik
simpati untuk menjadi anggota. Tetapi PMKRI melakukan pemilihan tindakan yang
sesuai dengan visi misi serta esensi awal PMKRI terbentuk. Proses selections PMKRI ini akhirnya memutuskan
untuk melakukan rekreasi yang tidak hanya sekedar memikirkan negara, melakukan
aksi demo, berdiskusi secara serius tetapi juga melakukan kegiatan-kegiatan
yang bersifat hiburan. Yang kemudian kegiatan tersebut menjadi acara bulanan
PMKRI. Contohnya adalah PMKRI cabang Yogyakarta, setiap akhir bulan ada
kegiatan rekreasi ke pantai, gembira loka, atau mengunjungi DPC di berbagai
kota. Hal ini mengalami proses retention
PMKRI yang menjadi sebuah peraturan atau kebiasaan baru PMKRI yang berbeda
dengan yang dulu.
Proses
organizing PMKRI ini juga sering
terjadi seperti halnya pada tahun 2003 lalu, di mana PMKRI melakukan Lokakarya
Nasional Transformasi Organisasi di Surakarta. Alasan dilakukannya Loknas TO
ini adalah banyaknya cabang-cabang PMKRI yang masih kebingungan mengenai
transformasi organisasi yang dilakukan. Penyebaran informasi yang kurang,
kemudian banyaknya keambiguitas cabang dan anggota terhadap transformasi
organisasi PMKRI ini.
“Perubahan adalah sesuatu yang abadi di dunia
ini. Pernyataan tersebut tentu saja berlaku juga terhadap PMKRI sebagai bagian
yang tak terpisahkan dalam masyarakat dunia. Sebagai organisasi pembelajar,
kegelisahan akan keadaan PMKRI dan keinginan untuk berubah ke arah yang lebih
baik menjadi semangat yang mendasar bagi PMKRI baik pengurusnya maupun
anggotanya.” - E. Melkiades
Laka Lena & Galata Conda P
Loknas
TO yang diadakan ini pun menjadikan PMKRI lebih baik dari tahun sebelumnya
memiliki fokus yang lebih jelas. Serta aturan yang menegaskan untuk bebas dari
unsur partai politik. Seperti halnya sebelum transformasi organisasi ini di
jalankan, banyak unsur-unsur kepentingan partai politik yang memanfaatkan
PMKRI. Transformasi ini menetapkan bahwa PMKRI sebagai organisasi gerakan yang
independen dan bebas dari berbagai unsur kepentingan. PMKRI memfokuskan pada
visi dam misi di awal berdiri sebagai sebuah organisasi mahasiswa katholik yang
peka terhadap sosial, politik Indonesia.
Dari
paparan penjelasan di atas, bahwa setiap organisasi baik itu pemimpin maupun
organisasinya haruslah mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Perkembangan sosial, ekonomi maupun politik yang di organizing menjadi sebuah rules
baru sebuah organisasi untuk dapat
‘hidup’.
“Kita tidak bisa menutup
diri pada perubahan sosial yang begitu kompleks dan tak terduga dalam situasi
yang tak menentu ini. Begitu banyak lubang-lubang yang menjerat organisasi ke
dalam konflik kepentingan, ideologi mainstream,
maupun status quo yang membuat
PMKRI akan semakin ambigu dan yang pasti akan sulit PMKRI untuk bersikap serta
menentukan fokus gerakannya.”- Evodius Beni Cahyadi
Maryanto
Ketua Presidium PMKRI Cabang Surakarta “Santo
Paulus”
Daftar Pustaka
Cicchini, Emily Ball.
2012. The Social Psychology
of Organizing by Karl Weick. http://www.emilyballcicchini.com/2012/06/22/the-social-psychology-of-organizing-by-karl-weick/
. Jumat, 25 April 2014
Gie, Kwik Kian. 1995. Analisis Ekonomi Politik Indonesia.
Gramedia : Jakarta
Hedebro, Goran. 1982. Communication and Social Change in Developing Nations. The Iowa
State University Press : Iowa
Kotter, John P. 1997. Power and Influence. Grafika Desa Putra
: Indonesia
March, James G. --- . Handbook of Organizations. http://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=Sw8iQUbMv6IC&oi=fnd&pg=PP1&dq=weick%27s+organizational+theory&ots=n2e705aLJw&sig=Ju7efvu_6HNKhgkhJxmsy9GPj-w&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false . Kamis, 24 April 2014
MenaraNews. 2013. Benahi Krisis Kepemimpinan, PMKRI Gelar Kongres Ke XXVIII dan MPA ke
XXVII. http://www.menaranews.com/regionalx/jawa-bali/4926-benahi-krisis-kepimpinan-pmkri-gelar-kongres-ke-xxviii-dan-mpa-ke-xxvii
Kamis, 24 April 2014
PMKRI.____. Modul
Masa Penerimaan Anggota Baru Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia.
PMKRI : Yogyakarta
PMKRI. 2003. Rekaman
Lokakarya Nasional Transformasi Organisasi PMKRI. PMKRI : Surakarta.
Poole, Marshall Scott. 2000. Perspectives on Organizational Communication. Guilford Publications
: New York.
Riel van, C.B.M. 2000. Strategic Corporate Communication.
Samson bv : Amsterdam
Soelaiman, M.Munandar. 1998. Dinamika Masyarakat Transisi. Pustaka
Pelajar : Yogyakarta
Roen, Ferry. 2011. Teori Enactment. http://perilakuorganisasi.com/karl-e-weick-teori-enactment.html
. Kamis, 24 April 2014
Weick, Karl E. 1979. The Social Psychology of Organizing. Reading MA: Addison-Wesley
[1] Gie,Kwik Kian.1995. Analisis
Ekonomi dan Politik Indonesia. Gramedia : Jakarta. Hal 3
[2] PMKRI.___.Modul Masa Penerimaan
Anggota Baru PMKRI. PMKRI : Yogyakarta. Hal 19
[3] MenaraNews.
2013. Benahi Krisis Kepemimpinan, PMKRI
Gelar Kongres Ke XXVIII dan MPA ke XXVII. http://www.menaranews.com/regionalx/jawa-bali/4926-benahi-krisis-kepimpinan-pmkri-gelar-kongres-ke-xxviii-dan-mpa-ke-xxvii
Kamis, 24 April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar