Filsafat
merupakan disiplin ilmu yang terkait dengan perihal kebijaksanaan.
Kebijaksanaan merupakan titik ideal dalam kehidupan manusia, karena ia dapat
menjadikan manusia untuk bersikap dan bertindak atas dasar pertimbangan kemanusiaan
yang tinggi (actus humanus), bukan
asal bertindak sebagaimana yang biasa dilakukan manusia (actus homini). (Munir:2001:1)
Perkembangan filsafat menjadi sebuah
ilmu yang kritis dapat di lihat dari perkembangan zaman yang terbagi menjadi
lima. Pada zaman Yunani Kuno, filsuf yang terkenal salah satunya adalah
Aristoteles yang mengatakan bahwa hal terpenting dalam pengetahuan objektif
adalah menemukan penjelasan tentang sebuah sebab dan asal mula atau prinsip
pertama dari segala sesuatu.(White,1987: 31 dalam Koentowibisono,dkk). Pada
zaman ini, manusia memfokuskan pengamatan terhadap gejala kosmik dan fisik
untuk menemukan sesuatu asal mula yang merupakan unsur awal terjadinya segala
gejala.
Zaman pertengahan (2 M-14 M) yang
ditandai dengan tampilnya para theolog dilapangan ilmu pengetahuan. Yang
mengakibatkan pemikiran-pemikirannya terkait dengan aktivitas keagamaan.
Contohnya adalah Thomas Aquinas yang mendalami pemikiran dari filsuf
Aristoteles. Thomas Aquinas mengatakan bahwa terjadinya alam semesta menganut
teori penciptaan, yang artinya Tuhan menciptakan alam semesta. Doktrin-doktrin
kritiani menjadi dasar Thomas Aquinas dalam mengungkapkan pemikirannya.
Zaman ke tiga yaitu Zaman
Renaissance (14 M-17 M), zaman yang sangat menaruh perhatian dalam bidang seni
lukis, patung, arsitektur, musik, sastra, filsafat, ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pada zaman ini berbagai gerakkan menjadi satu untuk menentang pola
pemikiran abad pertengahan yang dogmatis sehingga menghasilkan sebuah perubahan
yang revolusioner dalam pemikiran manusia dan membentuk suatu pola pemikiran
yang baru dalam filsafat, dan terkenal menjadi era kelahiran kembali kebebasan
manusia dalam berpikir. Contohnya adalah Nicholaus Copernicus yang dapat
menentang pemikiran Ptlomeus yang pada saat itu di dukung oleh gereja.
Zaman
Modern (17 M- 19 M) ditandai dengan berkurangnya kekuasaan gereja dan semakin
bertambahnya ilmu pengetahuan. Filsuf modern mengatakan bahwa pengetahuan
berasal dari diri sendiri. Di mana aliran rasionalisme dan empirisisme di
tentang oleh aliran kritisisme. Aliran Positivisme, idealisme dan marxisme juga
menjadi tanda perkembangan filsafat zaman modern. Sedangkan zaman kontemporer
(20 M- sekarang), Menurut Wittgenstein dalam Suseno, apa yang dihasilkan oleh
sebuah karya filsafat bukan melulu sederetan ungkapan filsafati melainkan upaya
membuat ungkpan-ungkapan itu menjadi jelas. Tujuan filsafat ialah penjelasan
logis terhadap pemikiran-pemikiran. Filsafat bukanlah doktrin melainkan
aktivitas.
Filsafat memang harus mencari
jawaban-jawaban tetapi jawaban yang tak pernah abadi. Karena itu filsafat tak
pernah selesai dan tak pernah sampai pada akhir sebuah masalah. Dari penjelasan
dan uraian zaman-zaman tersebut dapat di lihat bahwa filsafat digunakan untuk
mengkritisi pendapat atau penemuan serta ilmu yang telah di temukan.
“Dengan demikian
filsafat adalah seni kritik. Kritis dalam arti bahwa filsafat tidak pernah puas
diri, tidak pernah membiarkan sesuatu sebagai sudah selesai, tidak pernah
memotong perbincangan, selalu bersedia, bahkan senang untuk membuka kembali
perdebatan dan secara hakiki bersifat dialektis dalam arti bahwa setiap
kebenaran menjadi lebih benar dengan setiap perputaran tesis-antitesis dan
antitesisnya antitesis.” (Suseno, 1992 :21)
Contoh lain filsafat sebagai ilmu
kritis juga mengkritisi ideologi serta politik. Ideologi menuntut sesuatu yang
tidak boleh dipertanyakan. Sedangkan filsafat menanyakan segala sesuatu yang
ada serta pertanggung jawaban. Filsafat sering difitnah sebagai sekularistik,
ateis dan anarkis karena suka menyobek selubung-selubung ideologis kepentingan
duniawi bikinan manusia. Adanya filsafat politik dalam kehidupan masyarakat ini
tidak akan membiarkan segala macam klaim terhadap wewenang dan kekuasaan
menjadi mapan dan terpenuhi. Filsafat
politik menuntut agar segala macam legitimasi untuk tetap pada jalur serta
pertanggungjawaban pada legitimasi itu sendiri. Hal ini juga mempersulit
legitimasi yang merajalela, legitimasi yang ideologis untuk berkembang di
kalangan masyarakat.
“Dengan demikian
filsafat politik merupakan ragi dalam adonan masyarakat yang mendesak
terus-menerus agar segala usaha pembangunan di hadapkan pada tuntutan
legitimasi yang normatif dan demokratis.” (Suseno 1992:24)
Filsafat sebagai ilmu kritis,
menjadikan ilmu pengetahuan berkembang. Menjadi ilmu-ilmu baru yang datang dari
hasil pemikiran-pemikiran kritis yang melihat secara holistik. Dengan adanya
filsafat, penemuan baru dan ilmu pengetahuan akan terus diuji, diteliti dan
berusaha mencari suatu kebenaran di atas kebenaran. Filsafat sebagai ilmu
kritis tidak akan pernah berhenti untuk mengkritisi, dan akan selalu menemukan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang tak akan pernah habis.
Daftar Pustaka
Suseno.
1992. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis.
Kanisius : Yogyakarta
Munir,Misnal.
2001. Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar
: Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar