Minggu, 08 Juni 2014

Filsafat Sebagai Ilmu Kritis

Filsafat merupakan disiplin ilmu yang terkait dengan perihal kebijaksanaan. Kebijaksanaan merupakan titik ideal dalam kehidupan manusia, karena ia dapat menjadikan manusia untuk bersikap dan bertindak atas dasar pertimbangan kemanusiaan yang tinggi (actus humanus), bukan asal bertindak sebagaimana yang biasa dilakukan manusia (actus homini). (Munir:2001:1)
            Perkembangan filsafat menjadi sebuah ilmu yang kritis dapat di lihat dari perkembangan zaman yang terbagi menjadi lima. Pada zaman Yunani Kuno, filsuf yang terkenal salah satunya adalah Aristoteles yang mengatakan bahwa hal terpenting dalam pengetahuan objektif adalah menemukan penjelasan tentang sebuah sebab dan asal mula atau prinsip pertama dari segala sesuatu.(White,1987: 31 dalam Koentowibisono,dkk). Pada zaman ini, manusia memfokuskan pengamatan terhadap gejala kosmik dan fisik untuk menemukan sesuatu asal mula yang merupakan unsur awal terjadinya segala gejala.


            Zaman pertengahan (2 M-14 M) yang ditandai dengan tampilnya para theolog dilapangan ilmu pengetahuan. Yang mengakibatkan pemikiran-pemikirannya terkait dengan aktivitas keagamaan. Contohnya adalah Thomas Aquinas yang mendalami pemikiran dari filsuf Aristoteles. Thomas Aquinas mengatakan bahwa terjadinya alam semesta menganut teori penciptaan, yang artinya Tuhan menciptakan alam semesta. Doktrin-doktrin kritiani menjadi dasar Thomas Aquinas dalam mengungkapkan pemikirannya.
            Zaman ke tiga yaitu Zaman Renaissance (14 M-17 M), zaman yang sangat menaruh perhatian dalam bidang seni lukis, patung, arsitektur, musik, sastra, filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada zaman ini berbagai gerakkan menjadi satu untuk menentang pola pemikiran abad pertengahan yang dogmatis sehingga menghasilkan sebuah perubahan yang revolusioner dalam pemikiran manusia dan membentuk suatu pola pemikiran yang baru dalam filsafat, dan terkenal menjadi era kelahiran kembali kebebasan manusia dalam berpikir. Contohnya adalah Nicholaus Copernicus yang dapat menentang pemikiran Ptlomeus yang pada saat itu di dukung oleh gereja.        
Zaman Modern (17 M- 19 M) ditandai dengan berkurangnya kekuasaan gereja dan semakin bertambahnya ilmu pengetahuan. Filsuf modern mengatakan bahwa pengetahuan berasal dari diri sendiri. Di mana aliran rasionalisme dan empirisisme di tentang oleh aliran kritisisme. Aliran Positivisme, idealisme dan marxisme juga menjadi tanda perkembangan filsafat zaman modern. Sedangkan zaman kontemporer (20 M- sekarang), Menurut Wittgenstein dalam Suseno, apa yang dihasilkan oleh sebuah karya filsafat bukan melulu sederetan ungkapan filsafati melainkan upaya membuat ungkpan-ungkapan itu menjadi jelas. Tujuan filsafat ialah penjelasan logis terhadap pemikiran-pemikiran. Filsafat bukanlah doktrin melainkan aktivitas.
            Filsafat memang harus mencari jawaban-jawaban tetapi jawaban yang tak pernah abadi. Karena itu filsafat tak pernah selesai dan tak pernah sampai pada akhir sebuah masalah. Dari penjelasan dan uraian zaman-zaman tersebut dapat di lihat bahwa filsafat digunakan untuk mengkritisi pendapat atau penemuan serta ilmu yang telah di temukan.
“Dengan demikian filsafat adalah seni kritik. Kritis dalam arti bahwa filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah membiarkan sesuatu sebagai sudah selesai, tidak pernah memotong perbincangan, selalu bersedia, bahkan senang untuk membuka kembali perdebatan dan secara hakiki bersifat dialektis dalam arti bahwa setiap kebenaran menjadi lebih benar dengan setiap perputaran tesis-antitesis dan antitesisnya antitesis.” (Suseno, 1992 :21)
            Contoh lain filsafat sebagai ilmu kritis juga mengkritisi ideologi serta politik. Ideologi menuntut sesuatu yang tidak boleh dipertanyakan. Sedangkan filsafat menanyakan segala sesuatu yang ada serta pertanggung jawaban. Filsafat sering difitnah sebagai sekularistik, ateis dan anarkis karena suka menyobek selubung-selubung ideologis kepentingan duniawi bikinan manusia. Adanya filsafat politik dalam kehidupan masyarakat ini tidak akan membiarkan segala macam klaim terhadap wewenang dan kekuasaan menjadi mapan dan terpenuhi.  Filsafat politik menuntut agar segala macam legitimasi untuk tetap pada jalur serta pertanggungjawaban pada legitimasi itu sendiri. Hal ini juga mempersulit legitimasi yang merajalela, legitimasi yang ideologis untuk berkembang di kalangan masyarakat.
“Dengan demikian filsafat politik merupakan ragi dalam adonan masyarakat yang mendesak terus-menerus agar segala usaha pembangunan di hadapkan pada tuntutan legitimasi yang normatif dan demokratis.” (Suseno 1992:24)
            Filsafat sebagai ilmu kritis, menjadikan ilmu pengetahuan berkembang. Menjadi ilmu-ilmu baru yang datang dari hasil pemikiran-pemikiran kritis yang melihat secara holistik. Dengan adanya filsafat, penemuan baru dan ilmu pengetahuan akan terus diuji, diteliti dan berusaha mencari suatu kebenaran di atas kebenaran. Filsafat sebagai ilmu kritis tidak akan pernah berhenti untuk mengkritisi, dan akan selalu menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang tak akan pernah habis.



Daftar Pustaka

Suseno. 1992. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Kanisius : Yogyakarta

Munir,Misnal. 2001. Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar : Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar