1.
Etika komunikasi interpersonal
Etika yang berasal dari
bahasa Yunani Kuno yaitu “Ethikos”
yang berarti “timbul dari kebiasaan” adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang
utama filsafat yang
mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis
dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung
jawab. Begitu halnya dengan etika komunikasi. Etika komunikasi interpersonal
berarti standar, konsep benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab dalam
berkomunikasi interpersonal yang menjadi pokok bahasan makalah ini. Orang yang
pandai berkomunikasi berarti orang yang berpegang pada etika atau adab
komunikasi.
Banyak pendapat yang mengungkapkan
berbagai macam etika komunikasi interpersonal yang harus dilakukan atau dipenuhi.
Salah satunya adalah John Condon. Walaupun Condon tidak merumuskan secara
spesifik kriteria-kriteria etika, namun ada beberapa pandangan dalam bentuk
pedoman potensial yang mungkin dapat dipertimbangkan.
Yang pertama adalah jujur dan terus
terang dalam keyakinan dan perasaan masing-masing pribadi yang sama-sama dimiliki.
Hal ini mengungkapkan bahwa ketika melakukan komunikasi interpersonal haruslah
jujur dan terus terang. Ketika di dalam percakapan anda tidak menyetujui suatu
keputusan. Maka berterus teranglah bahwa anda tidak setuju dan begitu
sebaliknya. Mengatakan yang sebenarnya ketika anda ingin mengatakan tidak, dan
juga kita ingin orang yang tidak mengerti mengatakan bahwa dia tidak mengerti
secara langsung.
Ke dua adalah adanya sikap saling
ketergantungan di dalam setiap kelompok dan budaya. Kebanyakan dengan adanya
saling bergantung ini dinilai lebih baik daripada individualisme. Saling
membutuhkan berarti adanya interaksi yang terjadi. Interaksi yang terjadi ini diharapkan
dapat menjadi cara untuk menjaga keharmonisan hubungan sosial. Maka dengan
saling bergantung dapat lebih etis dari pada sikap individualis yang terkesan
egois.
Ke tiga adalah penyampaian informasi
secara tepat. Hendaknya ketika komunikasi yang dilakukan disampaikan secara
jelas dan tepat. Hal ini juga berhubungan pada kewajiban dan hak sebagai
komunikator dan komunikan untuk menyampaikan pesan dengan jelas dan mendapat
pesan yang jelas juga.
Kecurangan yang di sengaja umumnya
tidak etis. Pedoman keempat ini menjadi salah satu syarat sebuah hubungan dapat
berjalan dengan baik. Dapat diambil contoh persahabatan yang dapat hancur
ketika salah seorang sahabatnya melakukan kecurangan. Seperti dengan sengaja
“memporoti” sahabatnya ketika ia sedang membutuhkan. Ketika tidak membutuhkan,
Ia tinggalkan. Kecurangan yang disengaja ini menjadi sangat tidak etis dalam
berkomunikasi dan menjalin relasi.
Ke lima petunjuk verbal dan
nonverbal, kata-kata dan tindakan, harus konsisten dalam makna yang
disampaikan. Contohnya adalah ketika berkomunikasi kita menggunakan komunikasi
verbal dan nonverbal. Saat senang, kita menggunakan kata-kata dengan ucapan
“aku bahagia” atau “Hore!” dan banyak lagi. Namun ketika apa yang diucapkan
tersebut tidak konsisten dengan mimik atau raut wajah yang menjadi salah satu
komunikasi nonverbal seperti mengucapkan “Aku bahagia” dengan dahi yang
berkernyit, tangan berkacak pinggang dan suara yang membentak. Ini tentu tidak
konsiten dengan apa yang diucapkan secara verbal dengan apa yang diperlihatkan
secara nonverbal dengan makna yang mendasari ucapan tersebut.
Yang terakhir adalah sangat tidak
etis ketika dengan sengaja menghalangi proses komunikasi, seperti memotong
pembicaraan seseorang sebelum ia selesai mengutarakan masalahnya, mengganti
subjek ketika orang lain benar-benar masih mempunyai banyak hal untuk
dikatakan, atau secara nonverbal mengalihkan orang lain dari subjek yang dimaksudkan.
Secara tidak sadar kita juga pasti pernah melanggar etika yang terakhir ini. Di
mana menjadi cara ampuh kita untuk menghentikan pembicaraan yang membuat kita
merasa jenuh, bosen dan merasa tidak penting. Terkadang lawan bicara yang tidak
peka atas tindakan nonverbal sebagai sinyal-sinyal untuk menghentikan
percakapan tidak direspon dengan baik. Ketidakpekaan inilah yang mendorong kita
untuk melanggar etika bahwa tidak etis dengan sengaja menghalangi proses
komunikasi.
Konsep etika komunikasi interpersonal
lainnya yang dibahas adalah dengan pendekatan kontekstual yang dilakukan oleh
Ronald Arnett. Beliau berpendapat bahwa walaupun beberapa pedoman konkret
diperlukan dalam keputusan etika, kita secara simultan harus tetap fleksibel
terhadap tuntutan waktu dan kontekstual. Arnett menawarkan ada tiga dalil
sebagai standar etika komunikasi interpersonal.
Dalil
satu: kita harus terbuka terhadap informasi yang merefleksikan perubahan
konsepsi diri sendiri atau orang lain. Keterbukaan yang dimaksud adalah rasa
peka terhadap tanggung jawab peran kita dan peran orang lain dalam situasi yang
konkret. Rasa peka ini dapat dilihat ketika lawan bicara mu ingin menghentikan
percakapan karena merasa bosen dan kamu menangkap pesan nonverbal yang disampaikan.
Lalu dengan tanggap mengganti topik pembicaraan atau menyudahi percakapan.
Dalil
dua: aktualisasi diri atau pemenuhan diri partisipan harus didukung jika
semuanya memungkinkan. Hal ini bermaksud ketika berkomunikasi itu berarti kita
menganggap lawan bicara itu “ada” atau menerima pengaktualisasian diri lawan
bicara sebagai partisipan dari percakapan kita. Keputusan yang kita ambil untuk
terlibat ini dapat dikatakan baik, dan pasti membutuhkan pengorbanan.
Dalil
tiga: kita harus memperhitungkan emosi dan perasaan kita sendiri, tetapi
emosi tidak dapat dijadikan tuntutan perilaku satu-satunya. Arnett menyimpulkan
dengan menekankan bahwa etika kontekstual tidak mengenal aktualisasi diri dan
berhubungan dengan perasaan seseorang sebagai fungsi utama komunikasi interpersonal.
Yang difokuskan adalah dari sisi kontekstualnya.
Etika lain yang di bahas adalah
etika bagi kepercayaan interpersonal. Konsep ini di sampaikan oleh Kim Giffin
dan Richard Barnes yang berdasarkan pada pandangan khusus sifat manusia. Mereka
mengasumsikan bahwa walaupun pada dasarnya manusia itu baik, terdapat batasan
realitas dan keadaan mendesak yang sering membatasi pencapaian potensi manusia
ideal. Suatu etika yang meningkatkan kepercayaan satu sama lain adalah
menyenangkan, karena kepercayaan kita terhadap orang lain cenderung merangsang
kepercayaan mereka terhadap kita.
Giffin dan Barnes menyajikan tiga
pedoman etika untuk memupuk kepercayaan dalam komunikasi interpersonal.
a. Kita
harus berusaha aktif untuk memperluas kepercayaan kita terhadap apa yang
terjadi di sekeliling kita.
b. “Kepercayaan
kita terhadap orang lain harus bersifat sementara” Hal ini dapat membantu kita
ketika kepercayaan yang kita berikan secara penuh tidak sesuai dengan apa yang
kita harapkan. Maka dari itu, kepercayaan yang kita berikan kepada orang lain haruslah
dilakukan sedikit demi seidkit dan juga menjelaskan kepada mereka apa yang kita
khawatirkan, apa yang kita harap mereka lakukan dan apa yang ingin kita capai.
c. Kepercayaan
tidak hanya harus diberikan tetapi juga harus diperoleh. Ini merupakan keadaan
timbal balik agar hubungan yang dijalani dapat bertahan dan berjalan harmonis.
Joseph DeVito mengungkapkan standar
penilaian etika komunikasi interpersonal pada konsep pilihan. “Setiap individu
memiliki hak untuk membuat pilihan mereka sendiri” merupakan asumsi dasar
DeVito. Komunikasi interpersonal etis selama ia mendukung kebebasan individu
untuk memilih dengan memberi dasar-dasar pilihan yang akurat kepada orang lain.
Komunikasi tidak etis selama ia mencampuri kebebasan individu untuk memilih
dengan mencegah orang lain dari jaminan informasi yang relevan untuk pilihan
yang akan ia buat. Sebagai contoh, DeVito menganggap kebohongan atau
penyembunyian kebenaran lain sebagai tindakan tidak etis. Hal ini dianggap
tidak etis karena ia mencegah orang lain untuk mengetahui kemungkinan pilihan
lain dan kemungkinan alasan untuk memilih.
Percakapan sehari-hari sebagai salah
satu jenis perilaku manusia yang sering dilakukan menjadi fokus seorang filsuf
H.P Grice. Grice mengungkapkan beberapa harapan dasar yang perlu dipenuhi
supaya percakapan untuk saling menukar informasi maupun berusaha untuk
mempengaruhi memadai. Grice tidak menyebutnya sebagai kriteria etika, namun
dapat dilihat sebagai pedoman etika.
Terdapat empat bagian pedoman yang
dapat dilihat. Pertama yaitu kuantitas.
Dalam berkomunikasi hendaknya menyampaikan informasi, nasihat, atau argumen
yang sesuai dengan apa yang diperlukan oleh tujuan percakapan. Dan hendaknya
tidak menyampaikan atau menyajikan lebih dari yang diperlukan. Ke dua yaitu kualitas. Isi pesan, informasi, nasihat
atau argumen hendaknya memiliki dasar bukti yang cukup. Ini berakibat pada
kontribusi yang akan dilakukan agar menjadi kenyataan. Tidak hanya sebagai “si
mulut besar.”
Selanjutnya adalah hubungan. Hendaknya tetap bersikap
relevan. Memperhatikan fakta bahwa partisipan dalam berkomunikasi mempunyai
standar relevansi yang berbeda dan seringnya berganti topik selama percakapan.
Kita di tuntut untuk selalu “nyambung” dengan apa yang di bicarakan dan tanggap
apa yang harus dilakukan untuk tetap “nyambung”. Yang terakhir adalah cara. Ada beberapa cara yang dapat di
lakukan untuk dapat menjaga etika dalam percakapan sehari-hari yaitu berlaku
jelas, singkat dan rapi. Terlalu bertele-tele ketika berbicara dapat membuat
seseorang merasa bosen dan ingin menghindari ketika akan berkomunikasi dengan
anda. Penggunaan kata-kata yang belepotanpun juga mengurangi niat seseorang
untuk berkomunikasi karena tentunya dia tidak akan mengerti dengan ucapan yang
dikatakan. Menghindari kerancuan dan ketidakjelasan pengungkapan yang disengaja
juga menjadi cara untuk dapat berkomunikasi secara lancar dan dapat nyambung
dalam percakapan sehari-hari.
Dari konsep etika yang telah di
bahas, dapat dikatakan semua etika tersebut pernah dilakukan ataupun dilanggar.
Dalam kehidupan nyata, menerapkan komunikasi yang sesuai dengan etika tidak
semudah ketika membalikkan telapak tangan. Sebagai contoh adalah partisipan
komunikasi dituntut untuk saling bersikap jujur dan terus terang. Namun dapat
dilihat dalam kenyataannya bahwa tidak semua percakapan yang dilakukan dapat
membuat seseorang bertindak jujur dan terus terang. Banyak faktor yang membuat
etika dalam berkomunikasi interpersonal khususnya dilanggar. Keterbukaan dengan
bersikap jujur dan berterus terang dapat dilakukan ketika partisipan dalam
berkomunikasi tersebut sudah memiliki tingkat keintiman yang dalam.
2.
Komunikasi Nonverbal yang sering digunakan
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya
dikemas dalam bentuk nonverbal atau tanpa kata-kata. Dengan berkomunikasi,
secara tidak langsung verbal dan nonverbal juga akan terpakai. Karena itu,
komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal lebih
jujur dalam mengungkapkan hal yang mau di ungkapkan karena spontan. Meskipun lebih
umum, dan terus menerus dipakai, komunikasi nonvebal memiliki kerancuan dalam
mengartikan makna yang tersirat dari pesan nonverbal yang disampaikan. Sebagai
contoh ketika seseorang tersenyum kepada anda. Makna yang tersirat dari senyum
tersebut dapat diartikan sebagai senang, kaget, bingung atau bertanya-tanya. Makna
ini menjadi rancu karena struktur komunikasi nonverbal tidak terlihat secara
gamblang dan jelas jika dibandingkan dengan komunikasi verbal.
Namun disatu sisi, dengan adanya komunikasi
nonverbal yang dilakukan ketika berkomunikasi memperjelas dan menegaskan makna
yang akan disampaikan. Walaupun kepastian dari makna yang diutarakan dari
komunikasi nonverbal tidak diatur secara jelas. Penafsiran makna dari sebuah
komunikasi nonverbal merupakan hasil dari konstruksi warga, daerah, negara
setempat yang kemudian diadopsi sebagai komunikasi nonverbal. Sebagai contoh
adalah perbedaan makna dari simbol jempol dengan menunjuk ke arah atas. Di
Indonesia memaknainya sebagai ungkapan memperjelas makna “bagus”. Namun ketika
simbol tersebut akan bermakna berbeda di Arab. Mereka akan menganggap sesuatu
yang “jelek”.
Penggunaan komunikasi nonverbal yang sering
digunakan dan dapat dianalisis dari pengelompokan pesan-pesan nonverbal oleh
Jalaluddin Rakhmat (1994).
a. Pesan Kinesik : pesan nonverbal yang disampaikan
melalui gerakan tubuh. Terdapat tiga komponen utama yaitu pesan fasial,
postural dan gesture.
·
Pesan fasial
atau pesan yang disampaikan melalui cerminan wajah kita. Pesan fasial yang
sering saya lihat maupun saya gunakan sendiri adalah ketika merasa capek dan
letih, secara tidak langsung raut muka berubah dengan dahi berkernyit, mulut
yang gak pernah senyum dan mata layu. Ini akan berbeda ketika sedang merasa bahagia
atau senang. Mulut akan senyum, ketika memandang orang kedua mata serasa hidup,
alis mata nampak berdampingan. Petunjuk fasial ini adalah yang paling penting
dalam mengenali perasaan persona stimuli. Ahli komunikasi nonverbal, Dale G.
Leathers (1976:21) menulis :
“Wajah
sudah lama menjadi sumber informasi dalam komunikasi interpersonal. Inilah alat
yang sangat penting dalam menyampaikan makna. Dalam beberapa detik ungkapan
wajah dapat menggerakkan kita ke puncak keputusasaan. Kita menelaah wajah rekan
dan sahabat kita untuk perubahan-perubahan halus dan nuansa makna. Pada
gilirannya, menelaah kita”
·
Pesan postural berkenaan dengan
keseluruhan anggota badan.
ü Immediacy yang merupakan ungkapan kesukaan dan ketidaksukaan
terhadap individu lain. Yang saya temui adalah ketika mengajak teman untuk makan bersama, kemudian ia
merangkul yang menandakan bahwa ia setuju dengan usulan untuk makan di luar.
Contoh lainnya adalah ketika akan memilih baju yang akan dibeli. Dengan tangan
melipat di dada, kemudian menggelengkan kepala, sambil mengernyitkan dahi ini
pertanda bahwa ia tidak setuju dengan baju pilihan tersebut.
ü Power mengungkapkan status yang tinggi atau yang lebih
rendah dari komunikator. Dapat dilihat ketika saya berkomunikasi dengan dosen.
Sebagai seorang dosen akan terlihat akan sedikit membusungkan dadanya, kemudian
berdiri tegap. Seorang mahasiswa saya akan terlihat lebih menunduk sebagai
ungkapan rasa hormat.
ü Responsiveness yaitu reaksi yang ditimbulkan secara emosional pada
lingkungan secara positif dan negatif. Ini dapat diamati ketika anda sedang
duduk bersantai. Kemudian, teman anda datang dan mengajak untuk pergi lalu
dengan sigap anda langsung berdiri. Ini mendakan adanya respon yang positif
yang anda berikan.
·
Pesan gestural menunjukkan gerakan
sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai
makna. Pesan gesture ini sering dilihat ketika teman sedang presentasi di depan kelas. Banyak
gesture-gesture yang dilakukan mereka yang secara tidak sadar mereka lakukan.
Seperti memutar-mutarkan pena, menggaruk-garuk kepala, menggoyang-goyangkan
kaki, menatap ke atas, menunduk atau pun pengulangan gesture dengan tangan yang
dibentangkan keluar.
b.
Pesan Proksemik
yaitu dengan melihat dari jarak dan ruang. Semakin dekat jarak antara satu
dengan yang lain, maka akan terlihat semakin dekat. Pesan proksemik ini sangat
dapat dilihat ketika melihat orang yang pacaran. Jarak proksemik mereka sangat
dekat. Ini menandakan adanya hubungan yang intim antara satu dengan yang
lainnya. Ketika berpacaran tetapi malah jauh-jauhan, kita dapat mempersepsikan
bahwa pasangan tersebut sedang bertengkar. Dan ketika jarak itu semakin meluas.
Tidak pernah saling menyapa, atau jalan bareng kita dapat mengasumsikan bahwa
pasangan tersebut sudah putus.
c.
Pesan artifaktual
diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan
kosmetik. Pesan ini dapat terlihat jelas pada apa yang terjadi di Fisip UAJY.
Perbedaan yang mencolok antara mahasiswa dan mahasiswi PR dan Jurnal. Mahasiswi
dan mahasiswa PR di nilai lebih berpakaian rapi dan wangi ketimbang dengan
mahasiswi dan mahasiswa jurnal. Hal ini dikarenakan latarbelakang program studi
yang berbeda. Jurnal identik dengan kerja lapangan untuk mecari berita. Maka
dari itu, mereka tidak memerlukan pakaian yang rapi dan terlihat baik. Cukup
dengan baju biasa yang penting mendapatkan berita. Ini juga berbeda dengan anak
PR. Anak PR cenderung berpakaian rapi dan wangi. Mengapa? Karena latarbelakang
pekerjaan PR yang merupakan representatif dari sebuah perusahaan. Maka dari itu
pula dituntut untuk berpenampilan rapi dan menarik.
d. Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang
berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu
pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan
secara berbeda. Pesan ini oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai
parabahasa. Ini meliputi tinggi
rendahnya suara, tempo bicara, gaya verbal atau dialek, dan interaksi ketika
melakukan komunikasi. Contohnya adalah penggunaan aksen batak atau aksen jawa
saat berkomunikasi. Dengan aksen seperti itu kita dapat mempersepsikan dari
budaya mana ia berasal. Yang menjadi pengalaman pribadi adalah ketika saya yang
beraksen seperti orang batak yaitu suara yang keras padahal tidak membentak.
Berkomunikasi dengan teman saya yang berasal dari budaya jawa. Ketika itu saya
mengatakan kata “Empat”. Tetapi mereka yang kebanyakan dari budaya Jawa tertawa
dan mengatakan bahwa mereka mendengar saya berkata “Empak”.
e. Pesan
sentuhan dan bau-bauan. Kulit adalah penerima rangsangan sentuhan yang mampu
membedakan emosi yang orang lain sampaikan. Sebagai contoh yang sering
dilakukan adalah bergandengan, merangkul, mencubit, mencium. Setiap tindakan
itu akan berbeda makna ketika disampaikan oleh dan kapan itu terjadi, akan
banyak persepsi makna yang dapat muncul. Bau bauan atau wewangian. Hampir
setiap mahasiswa tidak pernah lepas dari yang namanya minyak wangi atau parfum.
Dari berbagai macam merek, dan wangi yang berbeda beda dengan radius kewangian
yang berbeda pula.
3.
Teori komunikasi interpersonal yang paling pragmatis
Terdapat beberapa jenis teori
komunikasi interpersonal yang ada, seperti teori pengurangan ketidakpastian,
teori pertukaran sosial, teori interaksi simbolik, teori dialektika relasional,
teori penetrasi sosial, dan teori manajemen koordinasi makna. Dari teori
tersebut, menurut saya teori yang paling pragmatis atau teori yang aplikatif
digunakan adalah teori pertukaran sosial dan teori penetrasi sosial.
Teori
pertukaran sosial
Berdasarkan teori ini, kita masuk
kedalam hubungan pertukaran dengan orang lain karena dari padanya kita
memperoleh imbalan. Dengan kata lain hubungan pertukaran dengan orang lain akan
menghasilkan suatu imbalan bagi kita. Seperti halnya teori pembelajaran sosial,
teori pertukaran sosialpun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat
hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya
terdiri atas orang-orang lain, maka kita dan orang-orang lain tersebut
dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi. Dalam hubungan tersebut
terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit).
Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melalui
adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan,
keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial
terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan
untung-rugi. Misalnya,pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan,
perkawinan, persahabatan – hanya akan langgeng manakala kalau semua pihak yang
terlibat merasa teruntungkan. Jadi perilaku seseorang dimunculkan karena
berdasarkan perhitungannya, akan menguntungkan bagidirinya, demikian pula
sebaliknya jika merugikan maka perilaku tersebut tidak ditampilkan.
Dari penjelasan di atas mengenai teori pertukaran
sosial. Terdapat konsep Cost dan Reward. Di mana konsep tersebut seperti
konsep ekonomi, ketika melakukan suatu hubungan akan bertahan lama jika
keduanya merasakan adanya keuntungan dari hubungan tersebut. Sistem seperti ini
sering saya lihat dan hampir rata-rata setiap orang menerapkan sistem maupun
teori ini.
Dalam hal pertemanan yang saya alami misalnya. Ketika
saya berteman dengan orang yang hanya datang disaat dia butuh misalnya. Saya
selalu mengeluarkan cost untuk
membantu dia. Tetapi dia tidak pernah membantu saya ataupun yang menjadi reward dari kerja keras saya untuk
menolong dia. Hal ini tentu keadaan yang tidak saling menguntungkan. Perteman
yang saya alami pun tidak akan berjalan sempurna dan langgeng. Kegiatan yang
saling menguntungkan sangat diperlukan ketika menjalin suatu relasi yang baik.
Contoh lain misalnya, seperti yang diketahui bahwa
FISIP selalu mendapat kerja kelompok sebagai tugas akhir atau pun ujian yang
bersifat kelompok bukan individual. Kegiatan yang dilakukan kelompok adalah
untuk kepentingan bersama. Fenomena ini menuntut kita untuk saling menjalin
relasi secara interpersonal maupun secara kelompok. Di sinilah teori ini sering
digunakan. Di mana ketika setiap anggota kelompok harus menjaga relasi diantara
kelompok. Cost dan reward ini berlaku didalamnya. Dikatakan
masing-masing mengeluarkan Cost
adalah ketika mengeluarkan waktu untuk kerja kelompok, mendahulukan kerja
kelompok dari pada kepentingan yang kurang mendesak. Dikatakan mendapat Reward adalah ketika pekerjaan selesai
dan semakin akrab antar satu sama lain.
Tidak hanya itu juga, konsep cost dan reward pun
selalu digunakan di dalam hubungan apa pun. Dalam pacaran, pernikahan,
pertemanan, hubungan kerja, hubungan sosial dan lainnya. Khususnya memang
hubungan interpersonal antar satu sama lain. Jarang ditemukan seseorang yang rela
berkorban tanpa mendapat sebuah imbalan. Kalaupun ada, hubungan tersebut akan
bertahan sebentar. Dan orang tersebut
akan mencari orang lain yang memberikan cost
dan reward yang seimbang.
Teori Penetrasi
Sosial
The social penetration theory menyatakan
bahwa berkembangnya hubungan-hubungan itu, bergerak mulai dari tingkatan yang
paling dangkal, mulai dari tingkatan yang bukan bersifat inti menuju ke
tingkatan yang terdalam, atau ke tingkatan yang lebih bersifat pribadi. Dengan
penjelasan ini, maka teori penetrasi sosial dapat diartikan juga sebagai sebuah
model yang menunjukkan perkembangan hubungan, yaitu proses di mana orang saling
mengenal satu sama lain melalui tahap pengungkapan informasi.
Perkembangan hubungan sebagaimana
dimaksudkan tadi, oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor, berlangsung dalam empat
tahap. Tahapan mana, perkembangan hubungan itu dianalogikannya dengan sebuah
bawang merah yang memiliki lapisan-lapisan kulit. Dengan analogi tersebut, maka
dijelaskan bagaimana orang melalui interaksi saling mengelupasi lapisan-lapisan
informasi mengenai diri masing-masing. Ini pulalah apa yang dimaksudkan dengan
penetrasi itu, yakni proses pengelupasan bagian-bagian informasi setiap individu
dari suatu pasangan secara perlahan
Pada lapisan pertama atau terluar kulit
bawang (tahap pertama), maka informasinya bersifat superficial. Informasi yang
demikian wujudnya antara lain seperti nama, alamat, umur, suku dan lain
sejenisnya. Biasanya informasi demikian kerap mengalir saat kita berkomunikasi
dengan orang yang baru kita kenal. Tahapan ini sendiri disebut dengan tahap
orientasi.
Tahap kedua (lapisan kulit bawang kedua)
disebut dengan tahap pertukaran afektif eksploratif. Tahap ini merupakan tahap
ekspansi awal dari informasi dan perpindahan ke tingkat pengungkapan yang lebih
dalam dari tahap pertama. Dalam tahap tersebut, di antara dua orang yang
berkomunikasi, misalnya mulai bergerak mengeksplorasi ke soal informasi yang
berupaya menjajagi apa kesenangan masing-masing. Misalnya kesenangan dari segi
makanan, musik, lagu, hobi, dan lain sejenisnya.
Tahapan berikutnya adalah tahap ketiga,
yakni tahap pertukaran afektif. Pada tahap ini terjadi peningkatan informasi
yang lebih bersifat pribadi, misalnya tentang informasi menyangkut
pengalaman-pengalaman privacy masing-masing. Jadi, di sini masing-masing sudah
mulai membuka diri dengan informasi diri yang sifatnya lebih pribadi, misalnya
seperti kesediaan menceritakan tentang problem pribadi. Dengan kata lain, pada
tahap ini sudah mulai berani “curhat”.
Tahap ke empat merupakan tahapan akhir
atau lapisan inti, disebut juga dengan tahap pertukaran yang stabil. Pada tahap
tersebut sifatnya sudah sangat intim dan memungkinkan pasangan tersebut untuk
memprediksikan tindakan-tindakan dan respon mereka masing-masing dengan baik.
Informasi yang dibicarakan sudah sangat dalam dan menjadi inti dari pribadi
masing-masing pasangan, misalnya soal nilai, konsep diri, atau perasaan emosi
terdalam.
Dari bahasan diatas, tidak dapat
dipungkiri bahwa setiap orang pasti melakukan penetrasi sosial. Karena kita
adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Maka, secara tidak
langsung pasti teori ini selalu dipakai untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Baik secara formil, tidak formil, memiliki maksud tertentu ataupun tidak. Walau
memang penetrasi yang dilakukan tidak sesuai urutan pada teori, tapi pasti
melakukannya.
Sebagai contoh adalah saat pertama masuk
kuliah. Kita pasti akan bersosialisasi dengan teman sekelas. Sosialisasi itu
akan dimulai dan dilalui melalui tahapan penetrasi tersebut. Pertama pasti kita
mengetahui kulit luar terlebih dahulu seperti nama, umur, asal dari mana dan
yang lainnya. Ketika kita merasa tertarik dengan orang tersebut yang dikarenakan
satu kampung, satu suku atau yang lainnya, kita pasti akan meneruskan
pertanyaan atau percakapan kepadanya. Sebagai teman yang bisa dikatakan
nyambung, kita pasti merasa klop dengan orang tersebut. Hingga akhirnya saling
bertukar informasi yang dianggap privasi oleh kedua belah pihak. Contoh lain
adalah ketika menyukai seseorang. Keahlian dalam mendekati atau penetrasi ini
sangat diperlukan. Bagaimana cara kita untuk mendekati hingga di bagian yang
paling privasi dari orang yang kita sukai.
Dengan saling terbuka, setiap orang
dapat mengetahui apa yang harus dilakukan jika berhadapan dengan orang
tersebut. Ini tentu dapat menjaga relasi dengan baik. Contoh lagi adalah dengan
melakukan penetrasi sosial, kita dapat mengetahui apa yang di sukai atau di
benci seseorang. Sehingga kita pun tau tindakan apa yang harus kita lakukan
ketika berada di dekatnya.
Intinya adalah bahwa teori penetrasi
sosial dan pertukaran sosial adalah teori komunikasi interpersonal yang paling
aplikatif untuk di gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sekali lagi
bahwa kita adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Kita
membutuhkan orang lain untuk saling membantu. Ketika hubungan atau relasi antar
orang lain terganggu, tentu hal tersebut dapat mengganggu atau sebagai ancaman
kita.
4.
Komunikasi Virtual
Komunikasi virtual adalah
komunikasi dimana proses penyampaian dan penerimaan pesan dengan menggunakan
(melalui cyberspace / ruang maya) yang
bersifat interaktif. Komunikasi virtual ( virtual comunication ) tersebut yang sering
disebut virtual reality disalahpahami
sebagai “alam maya” padahal keberadaan
sistem elektronik itu sendiri adalah konkrit dimana komunikasi virtual
sebenarnya dilakukan dengan cara representasi informasi digital yang bersifat
diskrit.
Komunikasi virtual ini contohnya
seperti menggunakan electronic mail atau
e-mail, sosial media lainnya yang
menghubungkan sesama seperti skype,
facebook, twitter, line, dan fitur fitur lainnya. Penggunaan komunikasi
virtual ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan bagi penggunanya.
Kelebihan menggunakan komunikasi
virtual :
·
Tidak
membutuhkan waktu yang lama ketika harus berjumpa. Sangat jelas bahwa dengan
menggunakan chat atau fitur lainnya kita dapat menghemat waktu. Misalnya dalam
mengirim surat. Tidak perlu harus ke kantor pos terlebih dahulu, tetapi dengan
menggunakan e-mail dalam waktu beberapa detik surat tersebut sudah dapat di
terima oleh si penerima pesan.
·
Mendapat
feedback yang lebih cepat. Ini terjadi ketika chatting pertanyaan yang ingin kita tanyakan akan lebih cepat
terjawab ketika kita menggunakan media chat dari pada harus dengan susah payah
bertemu dahulu untuk mengetahui jawabannya.
·
Laju informasi
yang cepat. Kita dapat mengakses berita dari manapun dengan cepat tanpa harus
menunggu. Ini juga akan berdampak pada konsumerisme dan materialisme. Dengan
hanya melalui internet, kita mendapat info yang kita inginkan.
·
Dapat mengurangi
kemacetan dan sampah. Mengapa ini menjadi kelebihan? Karena dengan adanya
komunikasi virtual ini, setiap orang tidak perlu pergi ke kantor dengan mobil
yang membuat keadaan jalan semakin macet. Mereka dapat mengerjakannya di rumah
dengan terkoneksi dengan internet dapat terhubung dengan anggota kantor
lainnya. Begitu juga dengan rapat. Sampah juga akan berkurang karena semakin
sedikitnya orang yang tidak keluar rumah dan membuang sampah sembarangan.
·
Mengurangi
adanya konflik. Bukan berarti tidak akan adanya konflik yang terjadi, namun
dengan penggunaan komunikasi virtual ini dapat mengurangi konflik karena tidak
adanya pertemuan langsung yang membuat semakin ingin berkonflik.
·
Mengurangi angka
orang yang terjangkit HIV/AIDS. Karena dengan adanya cyberporn yang dapat
memuaskan nafsu tanpa harus bertemu langsung.
·
Mendukung adanya
kebebasan dan demokrasi. Setiap orang bebas berpendapat dan berkreasi di dunia
maya. Sebagai contoh adalah kaum LGBTQ yang dapat membuat dirinya “ada” dengan
memposting kegiatan-kegiatan mereka yang selama ini sering di kucilkan
masyarakat.
·
Menjadikan
komunikasi virtual sebagai ajang kampanye, berbisnis yang sangat menguntungkan.
Kekurangan komunikasi virtual :
·
Pengguna
internet yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat berdampak pada kecepatan
koneksi internet yang di gunakan. Melebihi kapasitas kuota maksimum penggunaan
internet. Membutuhkan alat yang dapat menampung pengguna internet dalam jumlah
besar.
·
Menjadikan
sumber internet menjadi sumber yang paling dipercaya sehingga mematikan
industri media lainnya. Seperti media cetak, radio maupun televisi.
·
Maraknya
plagiarism karena tidak ada perlindungan khusus untuk pencipta.
·
Cyberporn akan
semakin merajalela karena cyberspace yang tanpa identitas.
·
Orang yang
sering menggunakan komunikasi virtual akan canggung ketika harus dihadapkan
pada dunia nyata yang harus berhadapan dengan banyak orang.
·
Cyberspace
menjadi alat penyalur seks, kriminalitas, saling mengejek dan lainnya. Sebagai contoh
twitter nya Farhat Abbas yang selalu mengomentari kejelekan kinerja Jokowi Ahok
hingga masalah yang dihadapi anak Ahmad Dhani. Ini tentu menjadi kekurangan
dari komunikasi virtual. Di mana saling
menghina dan menjelekan harus di dunia maya yang semua orang bisa mengakses.
·
Munculnya
cyberwar yang kemudian tanpa alasan dan pengguna yang jelas dapat memicu
konflik.
Komunikasi klasik yaitu komunikasi yang terjadi
secara langsung tatap muka atau dengan menggunakan media massa seperti koran,
televisi, radio, film dan lainnya. Jika membandingkan antara komunikasi virtual
dengan komunikasi klasik, masing-masing memiliki kelebihan serta kekurangannya.
Kelebihan komunikasi klasik :
·
Penyampaian
pesan mudah di pahami.
·
Tidak memiliki
simbol khusus sehingga semua masyarakat luas bisa mengerti.
·
Mengurangi
masuknya budaya asing ke daerah kita.
Kekurangan komunikasi klasik :
·
Membuat semakin
malas, karena banyak hiburan yang di tawarkan oleh stasiun televisi.
·
Munculnya rasa
konsumerisme karena pengaruh iklan-iklan yang di tayangkan di TV.
·
Terdapat noise
yang dapat mengganggu proses penyampaian pesan jika noise tersebut sangat
hebat.
·
Memiliki
keterbatasan sehingga tidak dapat seperti komunikasi virtual
·
Mengeluarkan
biaya yang lebih besar ketika menggunakan komunikasi klasik. Seperti biaya
langganan koran atau majalah.
Dari uraian di atas, sangat jelas kekurangan dan
kelebihan komunikasi virtual maupun komunikasi klasik. Yang dapat saya simpulkan
adalah penggunaan komunikasi baik itu virtual maupun klasik harus dapat di
kombinasikan dengan baik. Jadi kita tidak terpaku hanya pada satu komunikasi
saja tetapi harus dapat mengintegrasikan kedua komunikasi tersebut yang
kemudian dapat membantu kita dalam menyelasaikan tugas, pekerjaan, hiburan dll.
Daftar Pustaka
Hardjana,Agus
M. 2003. Komunikasi Intrapersonal dan
Interpersonal. Yogyakarta : Kanisius
Johanesen,
Richard L. 1996. Etika Komunikasi.
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Rakhmat,
Jalaluddin. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung
: PT. Remaja Rosdakarya
Sosiawan,
Edwi.------. Materi kuliah.
West,
Richard dkk. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta :
Salemba Humanika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar