Senin, 06 Januari 2014

Komunikasi Interpersonal

1.         Etika komunikasi interpersonal
            Etika yang berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu “Ethikos” yang berarti “timbul dari kebiasaan” adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Begitu halnya dengan etika komunikasi. Etika komunikasi interpersonal berarti standar, konsep benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab dalam berkomunikasi interpersonal yang menjadi pokok bahasan makalah ini. Orang yang pandai berkomunikasi berarti orang yang berpegang pada etika atau adab komunikasi.
            Banyak pendapat yang mengungkapkan berbagai macam etika komunikasi interpersonal yang harus dilakukan atau dipenuhi. Salah satunya adalah John Condon. Walaupun Condon tidak merumuskan secara spesifik kriteria-kriteria etika, namun ada beberapa pandangan dalam bentuk pedoman potensial yang mungkin dapat dipertimbangkan.
            Yang pertama adalah jujur dan terus terang dalam keyakinan dan perasaan masing-masing pribadi yang sama-sama dimiliki. Hal ini mengungkapkan bahwa ketika melakukan komunikasi interpersonal haruslah jujur dan terus terang. Ketika di dalam percakapan anda tidak menyetujui suatu keputusan. Maka berterus teranglah bahwa anda tidak setuju dan begitu sebaliknya. Mengatakan yang sebenarnya ketika anda ingin mengatakan tidak, dan juga kita ingin orang yang tidak mengerti mengatakan bahwa dia tidak mengerti secara langsung.


            Ke dua adalah adanya sikap saling ketergantungan di dalam setiap kelompok dan budaya. Kebanyakan dengan adanya saling bergantung ini dinilai lebih baik daripada individualisme. Saling membutuhkan berarti adanya interaksi yang terjadi. Interaksi yang terjadi ini diharapkan dapat menjadi cara untuk menjaga keharmonisan hubungan sosial. Maka dengan saling bergantung dapat lebih etis dari pada sikap individualis yang terkesan egois.
            Ke tiga adalah penyampaian informasi secara tepat. Hendaknya ketika komunikasi yang dilakukan disampaikan secara jelas dan tepat. Hal ini juga berhubungan pada kewajiban dan hak sebagai komunikator dan komunikan untuk menyampaikan pesan dengan jelas dan mendapat pesan yang jelas juga.
            Kecurangan yang di sengaja umumnya tidak etis. Pedoman keempat ini menjadi salah satu syarat sebuah hubungan dapat berjalan dengan baik. Dapat diambil contoh persahabatan yang dapat hancur ketika salah seorang sahabatnya melakukan kecurangan. Seperti dengan sengaja “memporoti” sahabatnya ketika ia sedang membutuhkan. Ketika tidak membutuhkan, Ia tinggalkan. Kecurangan yang disengaja ini menjadi sangat tidak etis dalam berkomunikasi dan menjalin relasi.
            Ke lima petunjuk verbal dan nonverbal, kata-kata dan tindakan, harus konsisten dalam makna yang disampaikan. Contohnya adalah ketika berkomunikasi kita menggunakan komunikasi verbal dan nonverbal. Saat senang, kita menggunakan kata-kata dengan ucapan “aku bahagia” atau “Hore!” dan banyak lagi. Namun ketika apa yang diucapkan tersebut tidak konsisten dengan mimik atau raut wajah yang menjadi salah satu komunikasi nonverbal seperti mengucapkan “Aku bahagia” dengan dahi yang berkernyit, tangan berkacak pinggang dan suara yang membentak. Ini tentu tidak konsiten dengan apa yang diucapkan secara verbal dengan apa yang diperlihatkan secara nonverbal dengan makna yang mendasari ucapan tersebut.
            Yang terakhir adalah sangat tidak etis ketika dengan sengaja menghalangi proses komunikasi, seperti memotong pembicaraan seseorang sebelum ia selesai mengutarakan masalahnya, mengganti subjek ketika orang lain benar-benar masih mempunyai banyak hal untuk dikatakan, atau secara nonverbal mengalihkan orang lain dari subjek yang dimaksudkan. Secara tidak sadar kita juga pasti pernah melanggar etika yang terakhir ini. Di mana menjadi cara ampuh kita untuk menghentikan pembicaraan yang membuat kita merasa jenuh, bosen dan merasa tidak penting. Terkadang lawan bicara yang tidak peka atas tindakan nonverbal sebagai sinyal-sinyal untuk menghentikan percakapan tidak direspon dengan baik. Ketidakpekaan inilah yang mendorong kita untuk melanggar etika bahwa tidak etis dengan sengaja menghalangi proses komunikasi.
            Konsep etika komunikasi interpersonal lainnya yang dibahas adalah dengan pendekatan kontekstual yang dilakukan oleh Ronald Arnett. Beliau berpendapat bahwa walaupun beberapa pedoman konkret diperlukan dalam keputusan etika, kita secara simultan harus tetap fleksibel terhadap tuntutan waktu dan kontekstual. Arnett menawarkan ada tiga dalil sebagai standar etika komunikasi interpersonal.
            Dalil satu: kita harus terbuka terhadap informasi yang merefleksikan perubahan konsepsi diri sendiri atau orang lain. Keterbukaan yang dimaksud adalah rasa peka terhadap tanggung jawab peran kita dan peran orang lain dalam situasi yang konkret. Rasa peka ini dapat dilihat ketika lawan bicara mu ingin menghentikan percakapan karena merasa bosen dan kamu menangkap pesan nonverbal yang disampaikan. Lalu dengan tanggap mengganti topik pembicaraan atau menyudahi percakapan.
            Dalil dua: aktualisasi diri atau pemenuhan diri partisipan harus didukung jika semuanya memungkinkan. Hal ini bermaksud ketika berkomunikasi itu berarti kita menganggap lawan bicara itu “ada” atau menerima pengaktualisasian diri lawan bicara sebagai partisipan dari percakapan kita. Keputusan yang kita ambil untuk terlibat ini dapat dikatakan baik, dan pasti membutuhkan pengorbanan.
            Dalil tiga: kita harus memperhitungkan emosi dan perasaan kita sendiri, tetapi emosi tidak dapat dijadikan tuntutan perilaku satu-satunya. Arnett menyimpulkan dengan menekankan bahwa etika kontekstual tidak mengenal aktualisasi diri dan berhubungan dengan perasaan seseorang sebagai fungsi utama komunikasi interpersonal. Yang difokuskan adalah dari sisi kontekstualnya.
            Etika lain yang di bahas adalah etika bagi kepercayaan interpersonal. Konsep ini di sampaikan oleh Kim Giffin dan Richard Barnes yang berdasarkan pada pandangan khusus sifat manusia. Mereka mengasumsikan bahwa walaupun pada dasarnya manusia itu baik, terdapat batasan realitas dan keadaan mendesak yang sering membatasi pencapaian potensi manusia ideal. Suatu etika yang meningkatkan kepercayaan satu sama lain adalah menyenangkan, karena kepercayaan kita terhadap orang lain cenderung merangsang kepercayaan mereka terhadap kita.
            Giffin dan Barnes menyajikan tiga pedoman etika untuk memupuk kepercayaan dalam komunikasi interpersonal.
a.       Kita harus berusaha aktif untuk memperluas kepercayaan kita terhadap apa yang terjadi di sekeliling kita.
b.      “Kepercayaan kita terhadap orang lain harus bersifat sementara” Hal ini dapat membantu kita ketika kepercayaan yang kita berikan secara penuh tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Maka dari itu, kepercayaan yang kita berikan kepada orang lain haruslah dilakukan sedikit demi seidkit dan juga menjelaskan kepada mereka apa yang kita khawatirkan, apa yang kita harap mereka lakukan dan apa yang ingin kita capai.
c.       Kepercayaan tidak hanya harus diberikan tetapi juga harus diperoleh. Ini merupakan keadaan timbal balik agar hubungan yang dijalani dapat bertahan dan berjalan harmonis.
            Joseph DeVito mengungkapkan standar penilaian etika komunikasi interpersonal pada konsep pilihan. “Setiap individu memiliki hak untuk membuat pilihan mereka sendiri” merupakan asumsi dasar DeVito. Komunikasi interpersonal etis selama ia mendukung kebebasan individu untuk memilih dengan memberi dasar-dasar pilihan yang akurat kepada orang lain. Komunikasi tidak etis selama ia mencampuri kebebasan individu untuk memilih dengan mencegah orang lain dari jaminan informasi yang relevan untuk pilihan yang akan ia buat. Sebagai contoh, DeVito menganggap kebohongan atau penyembunyian kebenaran lain sebagai tindakan tidak etis. Hal ini dianggap tidak etis karena ia mencegah orang lain untuk mengetahui kemungkinan pilihan lain dan kemungkinan alasan untuk memilih.
            Percakapan sehari-hari sebagai salah satu jenis perilaku manusia yang sering dilakukan menjadi fokus seorang filsuf H.P Grice. Grice mengungkapkan beberapa harapan dasar yang perlu dipenuhi supaya percakapan untuk saling menukar informasi maupun berusaha untuk mempengaruhi memadai. Grice tidak menyebutnya sebagai kriteria etika, namun dapat dilihat sebagai pedoman etika.
            Terdapat empat bagian pedoman yang dapat dilihat. Pertama yaitu kuantitas. Dalam berkomunikasi hendaknya menyampaikan informasi, nasihat, atau argumen yang sesuai dengan apa yang diperlukan oleh tujuan percakapan. Dan hendaknya tidak menyampaikan atau menyajikan lebih dari yang diperlukan. Ke dua yaitu kualitas. Isi pesan, informasi, nasihat atau argumen hendaknya memiliki dasar bukti yang cukup. Ini berakibat pada kontribusi yang akan dilakukan agar menjadi kenyataan. Tidak hanya sebagai “si mulut besar.”
            Selanjutnya adalah hubungan. Hendaknya tetap bersikap relevan. Memperhatikan fakta bahwa partisipan dalam berkomunikasi mempunyai standar relevansi yang berbeda dan seringnya berganti topik selama percakapan. Kita di tuntut untuk selalu “nyambung” dengan apa yang di bicarakan dan tanggap apa yang harus dilakukan untuk tetap “nyambung”. Yang terakhir adalah cara. Ada beberapa cara yang dapat di lakukan untuk dapat menjaga etika dalam percakapan sehari-hari yaitu berlaku jelas, singkat dan rapi. Terlalu bertele-tele ketika berbicara dapat membuat seseorang merasa bosen dan ingin menghindari ketika akan berkomunikasi dengan anda. Penggunaan kata-kata yang belepotanpun juga mengurangi niat seseorang untuk berkomunikasi karena tentunya dia tidak akan mengerti dengan ucapan yang dikatakan. Menghindari kerancuan dan ketidakjelasan pengungkapan yang disengaja juga menjadi cara untuk dapat berkomunikasi secara lancar dan dapat nyambung dalam percakapan sehari-hari.
            Dari konsep etika yang telah di bahas, dapat dikatakan semua etika tersebut pernah dilakukan ataupun dilanggar. Dalam kehidupan nyata, menerapkan komunikasi yang sesuai dengan etika tidak semudah ketika membalikkan telapak tangan. Sebagai contoh adalah partisipan komunikasi dituntut untuk saling bersikap jujur dan terus terang. Namun dapat dilihat dalam kenyataannya bahwa tidak semua percakapan yang dilakukan dapat membuat seseorang bertindak jujur dan terus terang. Banyak faktor yang membuat etika dalam berkomunikasi interpersonal khususnya dilanggar. Keterbukaan dengan bersikap jujur dan berterus terang dapat dilakukan ketika partisipan dalam berkomunikasi tersebut sudah memiliki tingkat keintiman yang dalam.
            

2.               Komunikasi Nonverbal yang sering digunakan
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal atau tanpa kata-kata. Dengan berkomunikasi, secara tidak langsung verbal dan nonverbal juga akan terpakai. Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal lebih jujur dalam mengungkapkan hal yang mau di ungkapkan karena spontan. Meskipun lebih umum, dan terus menerus dipakai, komunikasi nonvebal memiliki kerancuan dalam mengartikan makna yang tersirat dari pesan nonverbal yang disampaikan. Sebagai contoh ketika seseorang tersenyum kepada anda. Makna yang tersirat dari senyum tersebut dapat diartikan sebagai senang, kaget, bingung atau bertanya-tanya. Makna ini menjadi rancu karena struktur komunikasi nonverbal tidak terlihat secara gamblang dan jelas jika dibandingkan dengan komunikasi verbal.
Namun disatu sisi, dengan adanya komunikasi nonverbal yang dilakukan ketika berkomunikasi memperjelas dan menegaskan makna yang akan disampaikan. Walaupun kepastian dari makna yang diutarakan dari komunikasi nonverbal tidak diatur secara jelas. Penafsiran makna dari sebuah komunikasi nonverbal merupakan hasil dari konstruksi warga, daerah, negara setempat yang kemudian diadopsi sebagai komunikasi nonverbal. Sebagai contoh adalah perbedaan makna dari simbol jempol dengan menunjuk ke arah atas. Di Indonesia memaknainya sebagai ungkapan memperjelas makna “bagus”. Namun ketika simbol tersebut akan bermakna berbeda di Arab. Mereka akan menganggap sesuatu yang “jelek”.
Penggunaan komunikasi nonverbal yang sering digunakan dan dapat dianalisis dari pengelompokan pesan-pesan nonverbal oleh Jalaluddin Rakhmat (1994).
a.       Pesan Kinesik : pesan nonverbal yang disampaikan melalui gerakan tubuh. Terdapat tiga komponen utama yaitu pesan fasial, postural dan gesture.
·         Pesan fasial atau pesan yang disampaikan melalui cerminan wajah kita. Pesan fasial yang sering saya lihat maupun saya gunakan sendiri adalah ketika merasa capek dan letih, secara tidak langsung raut muka berubah dengan dahi berkernyit, mulut yang gak pernah senyum dan mata layu. Ini akan berbeda ketika sedang merasa bahagia atau senang. Mulut akan senyum, ketika memandang orang kedua mata serasa hidup, alis mata nampak berdampingan. Petunjuk fasial ini adalah yang paling penting dalam mengenali perasaan persona stimuli. Ahli komunikasi nonverbal, Dale G. Leathers (1976:21) menulis :
Wajah sudah lama menjadi sumber informasi dalam komunikasi interpersonal. Inilah alat yang sangat penting dalam menyampaikan makna. Dalam beberapa detik ungkapan wajah dapat menggerakkan kita ke puncak keputusasaan. Kita menelaah wajah rekan dan sahabat kita untuk perubahan-perubahan halus dan nuansa makna. Pada gilirannya, menelaah kita”
·         Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan.
ü Immediacy yang merupakan ungkapan kesukaan dan ketidaksukaan terhadap individu lain. Yang saya temui adalah ketika mengajak teman untuk makan bersama, kemudian ia merangkul yang menandakan bahwa ia setuju dengan usulan untuk makan di luar. Contoh lainnya adalah ketika akan memilih baju yang akan dibeli. Dengan tangan melipat di dada, kemudian menggelengkan kepala, sambil mengernyitkan dahi ini pertanda bahwa ia tidak setuju dengan baju pilihan tersebut.
ü Power mengungkapkan status yang tinggi atau yang lebih rendah dari komunikator. Dapat dilihat ketika saya berkomunikasi dengan dosen. Sebagai seorang dosen akan terlihat akan sedikit membusungkan dadanya, kemudian berdiri tegap. Seorang mahasiswa saya akan terlihat lebih menunduk sebagai ungkapan rasa hormat.
ü Responsiveness yaitu reaksi yang ditimbulkan secara emosional pada lingkungan secara positif dan negatif. Ini dapat diamati ketika anda sedang duduk bersantai. Kemudian, teman anda datang dan mengajak untuk pergi lalu dengan sigap anda langsung berdiri. Ini mendakan adanya respon yang positif yang anda berikan.
·         Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna. Pesan gesture ini sering dilihat ketika teman sedang presentasi di depan kelas. Banyak gesture-gesture yang dilakukan mereka yang secara tidak sadar mereka lakukan. Seperti memutar-mutarkan pena, menggaruk-garuk kepala, menggoyang-goyangkan kaki, menatap ke atas, menunduk atau pun pengulangan gesture dengan tangan yang dibentangkan keluar.
b.      Pesan Proksemik yaitu dengan melihat dari jarak dan ruang. Semakin dekat jarak antara satu dengan yang lain, maka akan terlihat semakin dekat. Pesan proksemik ini sangat dapat dilihat ketika melihat orang yang pacaran. Jarak proksemik mereka sangat dekat. Ini menandakan adanya hubungan yang intim antara satu dengan yang lainnya. Ketika berpacaran tetapi malah jauh-jauhan, kita dapat mempersepsikan bahwa pasangan tersebut sedang bertengkar. Dan ketika jarak itu semakin meluas. Tidak pernah saling menyapa, atau jalan bareng kita dapat mengasumsikan bahwa pasangan tersebut sudah putus.
c.       Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Pesan ini dapat terlihat jelas pada apa yang terjadi di Fisip UAJY. Perbedaan yang mencolok antara mahasiswa dan mahasiswi PR dan Jurnal. Mahasiswi dan mahasiswa PR di nilai lebih berpakaian rapi dan wangi ketimbang dengan mahasiswi dan mahasiswa jurnal. Hal ini dikarenakan latarbelakang program studi yang berbeda. Jurnal identik dengan kerja lapangan untuk mecari berita. Maka dari itu, mereka tidak memerlukan pakaian yang rapi dan terlihat baik. Cukup dengan baju biasa yang penting mendapatkan berita. Ini juga berbeda dengan anak PR. Anak PR cenderung berpakaian rapi dan wangi. Mengapa? Karena latarbelakang pekerjaan PR yang merupakan representatif dari sebuah perusahaan. Maka dari itu pula dituntut untuk berpenampilan rapi dan menarik.
d.      Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa. Ini meliputi tinggi rendahnya suara, tempo bicara, gaya verbal atau dialek, dan interaksi ketika melakukan komunikasi. Contohnya adalah penggunaan aksen batak atau aksen jawa saat berkomunikasi. Dengan aksen seperti itu kita dapat mempersepsikan dari budaya mana ia berasal. Yang menjadi pengalaman pribadi adalah ketika saya yang beraksen seperti orang batak yaitu suara yang keras padahal tidak membentak. Berkomunikasi dengan teman saya yang berasal dari budaya jawa. Ketika itu saya mengatakan kata “Empat”. Tetapi mereka yang kebanyakan dari budaya Jawa tertawa dan mengatakan bahwa mereka mendengar saya berkata “Empak”.

e.       Pesan sentuhan dan bau-bauan. Kulit adalah penerima rangsangan sentuhan yang mampu membedakan emosi yang orang lain sampaikan. Sebagai contoh yang sering dilakukan adalah bergandengan, merangkul, mencubit, mencium. Setiap tindakan itu akan berbeda makna ketika disampaikan oleh dan kapan itu terjadi, akan banyak persepsi makna yang dapat muncul. Bau bauan atau wewangian. Hampir setiap mahasiswa tidak pernah lepas dari yang namanya minyak wangi atau parfum. Dari berbagai macam merek, dan wangi yang berbeda beda dengan radius kewangian yang berbeda pula.


3.                  Teori komunikasi interpersonal yang paling pragmatis
Terdapat beberapa jenis teori komunikasi interpersonal yang ada, seperti teori pengurangan ketidakpastian, teori pertukaran sosial, teori interaksi simbolik, teori dialektika relasional, teori penetrasi sosial, dan teori manajemen koordinasi makna. Dari teori tersebut, menurut saya teori yang paling pragmatis atau teori yang aplikatif digunakan adalah teori pertukaran sosial dan teori penetrasi sosial.
Teori pertukaran sosial
Berdasarkan teori ini, kita masuk kedalam hubungan pertukaran dengan orang lain karena dari padanya kita memperoleh imbalan. Dengan kata lain hubungan pertukaran dengan orang lain akan menghasilkan suatu imbalan bagi kita. Seperti halnya teori pembelajaran sosial, teori pertukaran sosialpun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orang lain, maka kita dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi. Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit).
Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya,pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan, persahabatan – hanya akan langgeng manakala kalau semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan. Jadi perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan perhitungannya, akan menguntungkan bagidirinya, demikian pula sebaliknya jika merugikan maka perilaku tersebut tidak ditampilkan.
Dari penjelasan di atas mengenai teori pertukaran sosial. Terdapat konsep Cost dan Reward. Di mana konsep tersebut seperti konsep ekonomi, ketika melakukan suatu hubungan akan bertahan lama jika keduanya merasakan adanya keuntungan dari hubungan tersebut. Sistem seperti ini sering saya lihat dan hampir rata-rata setiap orang menerapkan sistem maupun teori ini.
Dalam hal pertemanan yang saya alami misalnya. Ketika saya berteman dengan orang yang hanya datang disaat dia butuh misalnya. Saya selalu mengeluarkan cost untuk membantu dia. Tetapi dia tidak pernah membantu saya ataupun yang menjadi reward dari kerja keras saya untuk menolong dia. Hal ini tentu keadaan yang tidak saling menguntungkan. Perteman yang saya alami pun tidak akan berjalan sempurna dan langgeng. Kegiatan yang saling menguntungkan sangat diperlukan ketika menjalin suatu relasi yang baik.
Contoh lain misalnya, seperti yang diketahui bahwa FISIP selalu mendapat kerja kelompok sebagai tugas akhir atau pun ujian yang bersifat kelompok bukan individual. Kegiatan yang dilakukan kelompok adalah untuk kepentingan bersama. Fenomena ini menuntut kita untuk saling menjalin relasi secara interpersonal maupun secara kelompok. Di sinilah teori ini sering digunakan. Di mana ketika setiap anggota kelompok harus menjaga relasi diantara kelompok. Cost dan reward ini berlaku didalamnya. Dikatakan masing-masing mengeluarkan Cost adalah ketika mengeluarkan waktu untuk kerja kelompok, mendahulukan kerja kelompok dari pada kepentingan yang kurang mendesak. Dikatakan mendapat Reward adalah ketika pekerjaan selesai dan semakin akrab antar satu sama lain.
Tidak hanya itu juga, konsep cost dan reward pun selalu digunakan di dalam hubungan apa pun. Dalam pacaran, pernikahan, pertemanan, hubungan kerja, hubungan sosial dan lainnya. Khususnya memang hubungan interpersonal antar satu sama lain. Jarang ditemukan seseorang yang rela berkorban tanpa mendapat sebuah imbalan. Kalaupun ada, hubungan tersebut akan bertahan sebentar.  Dan orang tersebut akan mencari orang lain yang memberikan cost dan reward yang seimbang.
Teori Penetrasi Sosial
The social penetration theory menyatakan bahwa berkembangnya hubungan-hubungan itu, bergerak mulai dari tingkatan yang paling dangkal, mulai dari tingkatan yang bukan bersifat inti menuju ke tingkatan yang terdalam, atau ke tingkatan yang lebih bersifat pribadi. Dengan penjelasan ini, maka teori penetrasi sosial dapat diartikan juga sebagai sebuah model yang menunjukkan perkembangan hubungan, yaitu proses di mana orang saling mengenal satu sama lain melalui tahap pengungkapan informasi.
Perkembangan hubungan sebagaimana dimaksudkan tadi, oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor, berlangsung dalam empat tahap. Tahapan mana, perkembangan hubungan itu dianalogikannya dengan sebuah bawang merah yang memiliki lapisan-lapisan kulit. Dengan analogi tersebut, maka dijelaskan bagaimana orang melalui interaksi saling mengelupasi lapisan-lapisan informasi mengenai diri masing-masing. Ini pulalah apa yang dimaksudkan dengan penetrasi itu, yakni proses pengelupasan bagian-bagian informasi setiap individu dari suatu pasangan secara perlahan
Pada lapisan pertama atau terluar kulit bawang (tahap pertama), maka informasinya bersifat superficial. Informasi yang demikian wujudnya antara lain seperti nama, alamat, umur, suku dan lain sejenisnya. Biasanya informasi demikian kerap mengalir saat kita berkomunikasi dengan orang yang baru kita kenal. Tahapan ini sendiri disebut dengan tahap orientasi.
Tahap kedua (lapisan kulit bawang kedua) disebut dengan tahap pertukaran afektif eksploratif. Tahap ini merupakan tahap ekspansi awal dari informasi dan perpindahan ke tingkat pengungkapan yang lebih dalam dari tahap pertama. Dalam tahap tersebut, di antara dua orang yang berkomunikasi, misalnya mulai bergerak mengeksplorasi ke soal informasi yang berupaya menjajagi apa kesenangan masing-masing. Misalnya kesenangan dari segi makanan, musik, lagu, hobi, dan lain sejenisnya.
Tahapan berikutnya adalah tahap ketiga, yakni tahap pertukaran afektif. Pada tahap ini terjadi peningkatan informasi yang lebih bersifat pribadi, misalnya tentang informasi menyangkut pengalaman-pengalaman privacy masing-masing. Jadi, di sini masing-masing sudah mulai membuka diri dengan informasi diri yang sifatnya lebih pribadi, misalnya seperti kesediaan menceritakan tentang problem pribadi. Dengan kata lain, pada tahap ini sudah mulai berani “curhat”.
Tahap ke empat merupakan tahapan akhir atau lapisan inti, disebut juga dengan tahap pertukaran yang stabil. Pada tahap tersebut sifatnya sudah sangat intim dan memungkinkan pasangan tersebut untuk memprediksikan tindakan-tindakan dan respon mereka masing-masing dengan baik. Informasi yang dibicarakan sudah sangat dalam dan menjadi inti dari pribadi masing-masing pasangan, misalnya soal nilai, konsep diri, atau perasaan emosi terdalam.
Dari bahasan diatas, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang pasti melakukan penetrasi sosial. Karena kita adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Maka, secara tidak langsung pasti teori ini selalu dipakai untuk berkomunikasi dengan orang lain. Baik secara formil, tidak formil, memiliki maksud tertentu ataupun tidak. Walau memang penetrasi yang dilakukan tidak sesuai urutan pada teori, tapi pasti melakukannya.
Sebagai contoh adalah saat pertama masuk kuliah. Kita pasti akan bersosialisasi dengan teman sekelas. Sosialisasi itu akan dimulai dan dilalui melalui tahapan penetrasi tersebut. Pertama pasti kita mengetahui kulit luar terlebih dahulu seperti nama, umur, asal dari mana dan yang lainnya. Ketika kita merasa tertarik dengan orang tersebut yang dikarenakan satu kampung, satu suku atau yang lainnya, kita pasti akan meneruskan pertanyaan atau percakapan kepadanya. Sebagai teman yang bisa dikatakan nyambung, kita pasti merasa klop dengan orang tersebut. Hingga akhirnya saling bertukar informasi yang dianggap privasi oleh kedua belah pihak. Contoh lain adalah ketika menyukai seseorang. Keahlian dalam mendekati atau penetrasi ini sangat diperlukan. Bagaimana cara kita untuk mendekati hingga di bagian yang paling privasi dari orang yang kita sukai.
Dengan saling terbuka, setiap orang dapat mengetahui apa yang harus dilakukan jika berhadapan dengan orang tersebut. Ini tentu dapat menjaga relasi dengan baik. Contoh lagi adalah dengan melakukan penetrasi sosial, kita dapat mengetahui apa yang di sukai atau di benci seseorang. Sehingga kita pun tau tindakan apa yang harus kita lakukan ketika berada di dekatnya.
Intinya adalah bahwa teori penetrasi sosial dan pertukaran sosial adalah teori komunikasi interpersonal yang paling aplikatif untuk di gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sekali lagi bahwa kita adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Kita membutuhkan orang lain untuk saling membantu. Ketika hubungan atau relasi antar orang lain terganggu, tentu hal tersebut dapat mengganggu atau sebagai ancaman kita.

4.                  Komunikasi Virtual
Komunikasi virtual adalah komunikasi dimana proses penyampaian dan penerimaan pesan dengan menggunakan (melalui cyberspace / ruang maya)  yang bersifat interaktif. Komunikasi virtual ( virtual comunication ) tersebut yang sering disebut virtual reality disalahpahami sebagai “alam maya” padahal keberadaan sistem elektronik itu sendiri adalah konkrit dimana komunikasi virtual sebenarnya dilakukan dengan cara representasi informasi digital yang bersifat diskrit.
Komunikasi virtual ini contohnya seperti menggunakan electronic mail atau e-mail, sosial media lainnya yang menghubungkan sesama seperti skype, facebook, twitter, line, dan fitur fitur lainnya. Penggunaan komunikasi virtual ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan bagi penggunanya.
Kelebihan menggunakan komunikasi virtual :
·         Tidak membutuhkan waktu yang lama ketika harus berjumpa. Sangat jelas bahwa dengan menggunakan chat atau fitur lainnya kita dapat menghemat waktu. Misalnya dalam mengirim surat. Tidak perlu harus ke kantor pos terlebih dahulu, tetapi dengan menggunakan e-mail dalam waktu beberapa detik surat tersebut sudah dapat di terima oleh si penerima pesan.
·         Mendapat feedback yang lebih cepat. Ini terjadi ketika chatting pertanyaan yang ingin kita tanyakan akan lebih cepat terjawab ketika kita menggunakan media chat dari pada harus dengan susah payah bertemu dahulu untuk mengetahui jawabannya.
·         Laju informasi yang cepat. Kita dapat mengakses berita dari manapun dengan cepat tanpa harus menunggu. Ini juga akan berdampak pada konsumerisme dan materialisme. Dengan hanya melalui internet, kita mendapat info yang kita inginkan.
·         Dapat mengurangi kemacetan dan sampah. Mengapa ini menjadi kelebihan? Karena dengan adanya komunikasi virtual ini, setiap orang tidak perlu pergi ke kantor dengan mobil yang membuat keadaan jalan semakin macet. Mereka dapat mengerjakannya di rumah dengan terkoneksi dengan internet dapat terhubung dengan anggota kantor lainnya. Begitu juga dengan rapat. Sampah juga akan berkurang karena semakin sedikitnya orang yang tidak keluar rumah dan membuang sampah sembarangan.
·         Mengurangi adanya konflik. Bukan berarti tidak akan adanya konflik yang terjadi, namun dengan penggunaan komunikasi virtual ini dapat mengurangi konflik karena tidak adanya pertemuan langsung yang membuat semakin ingin berkonflik.
·         Mengurangi angka orang yang terjangkit HIV/AIDS. Karena dengan adanya cyberporn yang dapat memuaskan nafsu tanpa harus bertemu langsung.
·         Mendukung adanya kebebasan dan demokrasi. Setiap orang bebas berpendapat dan berkreasi di dunia maya. Sebagai contoh adalah kaum LGBTQ yang dapat membuat dirinya “ada” dengan memposting kegiatan-kegiatan mereka yang selama ini sering di kucilkan masyarakat.
·         Menjadikan komunikasi virtual sebagai ajang kampanye, berbisnis yang sangat menguntungkan.
Kekurangan komunikasi virtual :
·         Pengguna internet yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat berdampak pada kecepatan koneksi internet yang di gunakan. Melebihi kapasitas kuota maksimum penggunaan internet. Membutuhkan alat yang dapat menampung pengguna internet dalam jumlah besar.
·         Menjadikan sumber internet menjadi sumber yang paling dipercaya sehingga mematikan industri media lainnya. Seperti media cetak, radio maupun televisi.
·         Maraknya plagiarism karena tidak ada perlindungan khusus untuk pencipta.
·         Cyberporn akan semakin merajalela karena cyberspace yang tanpa identitas.
·         Orang yang sering menggunakan komunikasi virtual akan canggung ketika harus dihadapkan pada dunia nyata yang harus berhadapan dengan banyak orang.
·         Cyberspace menjadi alat penyalur seks, kriminalitas, saling mengejek dan lainnya. Sebagai contoh twitter nya Farhat Abbas yang selalu mengomentari kejelekan kinerja Jokowi Ahok hingga masalah yang dihadapi anak Ahmad Dhani. Ini tentu menjadi kekurangan dari komunikasi virtual. Di mana  saling menghina dan menjelekan harus di dunia maya yang semua orang bisa mengakses.
·         Munculnya cyberwar yang kemudian tanpa alasan dan pengguna yang jelas dapat memicu konflik.



Komunikasi klasik yaitu komunikasi yang terjadi secara langsung tatap muka atau dengan menggunakan media massa seperti koran, televisi, radio, film dan lainnya. Jika membandingkan antara komunikasi virtual dengan komunikasi klasik, masing-masing memiliki kelebihan serta kekurangannya.
Kelebihan komunikasi klasik :
·         Penyampaian pesan mudah di pahami.
·         Tidak memiliki simbol khusus sehingga semua masyarakat luas bisa mengerti.
·         Mengurangi masuknya budaya asing ke daerah kita.
Kekurangan komunikasi klasik :
·         Membuat semakin malas, karena banyak hiburan yang di tawarkan oleh stasiun televisi.
·         Munculnya rasa konsumerisme karena pengaruh iklan-iklan yang di tayangkan di TV.
·         Terdapat noise yang dapat mengganggu proses penyampaian pesan jika noise tersebut sangat hebat.
·         Memiliki keterbatasan sehingga tidak dapat seperti komunikasi virtual
·         Mengeluarkan biaya yang lebih besar ketika menggunakan komunikasi klasik. Seperti biaya langganan koran atau majalah.
Dari uraian di atas, sangat jelas kekurangan dan kelebihan komunikasi virtual maupun komunikasi klasik. Yang dapat saya simpulkan adalah penggunaan komunikasi baik itu virtual maupun klasik harus dapat di kombinasikan dengan baik. Jadi kita tidak terpaku hanya pada satu komunikasi saja tetapi harus dapat mengintegrasikan kedua komunikasi tersebut yang kemudian dapat membantu kita dalam menyelasaikan tugas, pekerjaan, hiburan dll.





Daftar Pustaka
Hardjana,Agus M. 2003. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta : Kanisius
Johanesen, Richard L. 1996. Etika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Rakhmat, Jalaluddin. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Sosiawan, Edwi.------. Materi kuliah.
West, Richard dkk. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Humanika


Tidak ada komentar:

Posting Komentar