Lembaga Swadaya
Masyarakat atau disingkat dengan LSM adalah salah satu contoh dari gerakan
sosial yang ada di masyarakat. LSM adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh
perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan
pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan
dari kegiatannya. LSM adalah organisasi non pemerintah, yang dikelola oleh
masyarakat yang memiliki keprihatinan terhadap isu-isu di masyarakat yang patut
di perjuangkan. Contoh isu tersebut adalah remaja jalanan, waria, gay, pekerja
seks, dan yang lainnya.
Setiap kota di
Indonesia rata-rata memiliki LSM tersendiri yang mengurusi permasalahan yang
ada di daerah di mana LSM itu bergerak. Biaya yang di gunakan LSM berasal dari founding father di Amerika dan Belanda. Dampak
LSM ini sangat bermanfaat bagi masyarakat yang terdiskriminasi. Mereka yang
tersisih merasa diperhatikan dan memiliki tempat untuk mengadu.
Dominus
Tomy, adalah seorang lulusan S1 dari FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta
yang sudah aktif sebagai volunteer di
LSM sejak tahun 2008 lalu hingga sekarang. Pemuda yang berumur 22 tahun ini,
menjadi volunteer di LSM bagian
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia atau PKBI divisi ke tiga yang membahas
tentang pusat studi seksualitas, penelitian dan penerbitan perpustakaan yang
bertugas memperjuangkan isu gender, kesehatan reproduksi dan HAM. Bagian PKBI ini sendiri memiliki 4 divisi khusus yaitu
yang pertama Lensa ( lentera saja) dimana divisi ini membentuk pengorganisasian
bagi para pelajar SMA, SMP, konseling,
Komdes (komunitas desa). Kemudian divisi ke-dua adalah Perorganisasian
komunitass dimana mereka ikut
mengawasi dan menjadi pembimbing suatu komunitas tertentu seperti
remaja jalanan, pekerja seks, waria, gay. Divisi ke-tiga yaitu Pusat studi seksualitas yang merupakan bagian penelitian lapangan tentang isu-isu yang terjadi kemudian penerbitan
dan perpustakaan. Divisi terakhir
yang ke-empat diklat dan media bagian dari hasil laporan atau pembukaan informasi
terhadap khalayak melalui media , radio televisi dan diklat.
Selama menjadi voluntter di PKBI ada kasus
yang pernah di tangani langsung oleh mahasiswa Fisip UAJY angkatan 2008 ini yaitu kasus pergusuran nge-bong yang
terletak di daerah jlagran pada bulan Mei 2010. Nge-bong adalah salah satu
tempat prostitusi semacam sarkem yang berlokasi di pinggir sepanjang rel kereta
api. Oleh karena berlokasi di sekitar daerah rel kereta api, PT. KA Daops IV ingin melakukan penggusuran terhadap daerah nge-bong tersebut karena
dianggap dapat mengganggu aktivitas jalur kereta api karena banyak para warga yang sering berlalu lalang di
atas rel tersebut. Padahal menurut peraturan yang ada, 10 m dari jalur kereta
api harus dalam keadaan clear. PT. KA Daops IV juga menyatakan bahwa tanah yang di tempati
mereka adalah tanah milik PT. KAI
yang berarti mereka menempati tanah yang bukan miliknya.
Namun
di sisi lain, warga sekitar nge-bong yang umumnya adalah pekerja seks,dan waria itu tidak
setuju dengan adanya penggusuran tersebut. Mereka mengaku bahwa dengan adanya mereka di wilayah
sekitar kereta api malah
dapat mengurangi tingkat kriminal yang ada di sekitar rel. Dahulu kala sebelum adanya nge-bong daerah itu termasuk
sepi dan sering terjadi kriminalitas seperti pemerkosaan bahkan pembunuhan,
namun setelah ada banyak warung dan pemukiman tempat itu termasuk ramai dan
bahkan tidak pernah terjadi kriminalitas lagi. Masyarakat diasana malah
membantu merawat rel kereta api yang kadang-kadang kotor atau terdapat
benda-benda asing yang dapat menggangu kereta lewat. Mereka mengharapkan tidak
adanya penggusuran karena disanalah tempat mereka tinggal dan juga sumber
pencarian nafkah. Beberapa warga disana membuka warung makan atau angkringan
yang lumayan ramai dikunjungi.
Maka
dari itu, warga sekitar nge-bong mengadu ke LSM dan LBH (Lembaga Bantuan Hukum)
untuk meminta dukungan akan keberadaan mereka. Selain kepada lembaga-lembaga
bersangkutan, mereka juga meminta bantuan kepada gunjik yang merupakan sebutan bagi orang yang di segani dan
berkuasa di daerah tersebut. LSM kemudian mengutus dua orang wakil dari PKBI
untuk turun ke lapangan termasuk narasumber yang kami wawancarai. Kemudian
dalam pertemuan antara LBH dan PKBI serta masyaraka, mereka berkumpul dan berusaha mencari jalan keluar yang
terbaik berusaha untuk
mempertahankan daerahnya.
Mereka berhak untuk mempertahankan daerah tersebut
yang merupakan sebenanya hak mereka juga untuk melakukan suatu usaha yang
dilindungi oleh aturan perundang-undangan dimana membela setiap pekerjaan yang
dilakukan untuk melanjutkan kelangsungan hidup.
Setelah
berembuk akhirnya diputuskan untuk melakukan negosiasi dengan PT.KAI untuk
membatalkan penggusuran tersebut, namun hasil yang didapat hanyalah penguluran
waktu untuk menunda penggusuran. Dirasa negosiasi tidak menguntungkan
masyarakat nge-bong, maka mereka memutuskan untuk melakukan demo bersama-sama ke DPRD DIY untuk meminta bantuan membatalkan
penggusuran. Tindakan demo yang
dilakukan para warga Bong Suwung ini termasuk dalam perilaku kolektif yang
terjadi dimana demo ini dilakukan oleh khalayak secara bersama-sama, tidak
bersifat rutin dan tidak terorganisasi, yang merupakan tanggapan terhadap
rangsangan. Menurut berita yang kami dapatkan bahwa penggusuran
akhirnya dilakukan namun hanya di sepanjang pinggiran rel saja, tetapi menurut
keterangan yang kami dapat dari narasumber, Ibu Suci bahwa penggusuran itu
hanya isu pada tahun 2010 padahal sampai sekarang belum ada keterangan yang
jelas tentang kepastian penggusuran sehingga masyarakat Bong suwung tersebut
masih tetap bertahan disana menjalankan aktivitas seperti biasa.
Pada kasus ini,
kami menggunakan perspektif konflik dimana yang merupakan kelompok dominan
adalah PT. KAI dan kelompok yang didominasi adalah Masyarakat Bong Suwung.
Dengan adanya perbedaan antar kelompok ini maka ada ketegangan yang tercipta
diantara dua kelompok tersebut karena kelompok dominan menginginkan penggusuran
terhadap kelompok didominasi. Namun masyarakat Bong suwung ingin mempertahankan
daerahnya maka mereka melakukan usaha perlawanan dari negosiasi sampai berdemo
kepada PT. KAI.
Dalam hal ini, kelompok penguasa
atau kelompok dominan berkepentingan untuk memperoleh kekuasaan dari pihak yang
didominasi, sedangkan kelompok yang didominasi berusaha mempertahankan
kekuasaan yang dimilikinya. Jika dilihat dari tokoh Lewis Cooser, konflik ini
mengenai perjuangan dari pihak masyarakat Bong suwung atas PT. KAI yang
bersifat mencederai atau melenyapkan lawan dengan melakukan pergusuran di
daerah tersebut. Namun dibalik konflik ini adanya dampak positif yang
mengakibatkan peningkatan hubungan sosial atau kelompok tertentu meskipun dalam
kelompok tersebut mungkin adanya berlainan kepentingan atau bahkan bertentangan
yang kemudian dapat bersatu untuk menghadapi lawan bersama. Kemudian masyarakat
yang mempunyai keterikatan bersama dapat berhasil menciptakan keseimbangan
suatu masyarakat dari kelas dominan atau PT. KAI yang berkuasa untuk memaksakan
nilai-nilai serta peraturan mereka terhadap kelompok lain.
Selain
perspektif konflik, kami juga menganalisis dari perspektif fungsionalisme
dimana kami mengambil sisi dari fungsi PKBI terhadap daerah prostitusi yang ada di Bong Suwung itu
sendiri. Terlihat jelas bahwa fungsi PKBI sangatlah penting terutama bagi
mereka yang merasa tersisih atau tersingkirkan seperti para pekerja seks termasuk waria.
PKBI yang memiliki 4 divisi tersebut saling berhubungan
dan menguatkan untuk dapat menciptakan keharmonisan di antara kehidupan para
pekerja seks. Seperti divisi ke-tiga yang merupakan pusat studi seksualitas
yang banyak membantu para PSK menjalani pekerjaannya juga divisi ke-2 yang
mengorganisasi komunitas pekerja seks tersebut.
Dalam
kasus ini PKBI menjadi organisasi masyarakat yang mengayomi untuk hidup ke arah
yang lebih baik. Seperti bagi para pekerja seks, PKBI bertugas untuk memberikan
pemyuluhan serta ajakan untuk para pekerja seks agar menggunakan alat
kontrasepsi seperti kondom. Kemudian
dengan adanya jaminan kesehatan, para pekerja seks yang terlanjur terkena
penyakit kelamin bisa meminta bantuan kepada PKBI, karena PKBI menawarkan
jaminan kesehatan dan biaya pengobatan yang gratis untuk mereka. Selain
itu, PKBI mempunyai misi untuk menyetarakan pekerjaan prostitusi dengan profesi
lainnya yang merupakan
pilihan mereka sendiri. Di mana setiap profesi sama-sama mencari uang
untuk meneruskan kelangsungan hidup
termasuk menjadi pekerja seks. Hal ini lah yang sangat di
harapkan mereka juga PKBI yang
bekerja sama untuk memperjuangkan
profesi mereka.
Disusun
oleh kelompok 6 opsi 2 (perilaku kolektif dan gerakan sosial)
Cecilia
Pretty Grafiani (4564)
Kasilda
Yosie Apriliana (4572)
Vincentius
Kevin ( 4581)
Kelas
B angkatan 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar