Senin, 07 Januari 2013

Perspektif Pengaruh LSM dan Perilaku Kolektif dalam Kasus Bong Suwung


Lembaga Swadaya Masyarakat atau disingkat dengan LSM adalah salah satu contoh dari gerakan sosial yang ada di masyarakat. LSM adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. LSM adalah organisasi non pemerintah, yang dikelola oleh masyarakat yang memiliki keprihatinan terhadap isu-isu di masyarakat yang patut di perjuangkan. Contoh isu tersebut adalah remaja jalanan, waria, gay, pekerja seks, dan yang lainnya.
Setiap kota di Indonesia rata-rata memiliki LSM tersendiri yang mengurusi permasalahan yang ada di daerah di mana LSM itu bergerak. Biaya yang di gunakan LSM berasal dari founding father di Amerika dan Belanda. Dampak LSM ini sangat bermanfaat bagi masyarakat yang terdiskriminasi. Mereka yang tersisih merasa diperhatikan dan memiliki tempat untuk mengadu.
Dominus Tomy, adalah seorang lulusan S1 dari FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang sudah aktif sebagai volunteer di LSM sejak tahun 2008 lalu hingga sekarang. Pemuda yang berumur 22 tahun ini, menjadi volunteer di LSM bagian Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia atau PKBI divisi ke tiga yang membahas tentang pusat studi seksualitas, penelitian dan penerbitan perpustakaan yang bertugas memperjuangkan isu gender, kesehatan reproduksi dan HAM. Bagian PKBI ini sendiri memiliki 4 divisi khusus yaitu yang pertama Lensa ( lentera saja) dimana divisi ini membentuk pengorganisasian bagi para pelajar SMA, SMP, konseling, Komdes  (komunitas desa). Kemudian divisi ke-dua adalah Perorganisasian komunitass dimana mereka ikut mengawasi dan menjadi pembimbing suatu komunitas tertentu seperti remaja jalanan, pekerja seks, waria, gay. Divisi ke-tiga yaitu Pusat studi seksualitas yang merupakan bagian penelitian lapangan tentang isu-isu yang terjadi kemudian penerbitan dan perpustakaan. Divisi terakhir yang ke-empat diklat dan media bagian dari hasil laporan atau pembukaan informasi terhadap khalayak melalui media , radio televisi dan diklat.

Selama menjadi voluntter di PKBI ada kasus yang pernah di tangani langsung oleh mahasiswa Fisip UAJY angkatan 2008 ini yaitu kasus pergusuran nge-bong yang terletak di daerah jlagran pada bulan Mei 2010. Nge-bong adalah salah satu tempat prostitusi semacam sarkem yang berlokasi di pinggir sepanjang rel kereta api. Oleh karena berlokasi di sekitar daerah rel kereta api, PT. KA Daops IV ingin melakukan penggusuran terhadap daerah nge-bong tersebut karena dianggap dapat mengganggu aktivitas jalur kereta api karena banyak para warga yang sering berlalu lalang di atas rel tersebut. Padahal menurut peraturan yang ada, 10 m dari jalur kereta api harus dalam keadaan clear. PT. KA Daops IV juga menyatakan bahwa  tanah yang di tempati mereka adalah tanah milik PT. KAI yang berarti mereka menempati tanah yang bukan miliknya.
Namun di sisi lain, warga sekitar nge-bong yang umumnya adalah pekerja seks,dan waria itu tidak setuju dengan adanya penggusuran tersebut. Mereka mengaku bahwa dengan adanya mereka di wilayah sekitar kereta api malah dapat mengurangi tingkat kriminal yang ada di sekitar rel. Dahulu kala sebelum adanya nge-bong daerah itu termasuk sepi dan sering terjadi kriminalitas seperti pemerkosaan bahkan pembunuhan, namun setelah ada banyak warung dan pemukiman tempat itu termasuk ramai dan bahkan tidak pernah terjadi kriminalitas lagi. Masyarakat diasana malah membantu merawat rel kereta api yang kadang-kadang kotor atau terdapat benda-benda asing yang dapat menggangu kereta lewat. Mereka mengharapkan tidak adanya penggusuran karena disanalah tempat mereka tinggal dan juga sumber pencarian nafkah. Beberapa warga disana membuka warung makan atau angkringan yang lumayan ramai dikunjungi.
Maka dari itu, warga sekitar nge-bong mengadu ke LSM dan LBH (Lembaga Bantuan Hukum) untuk meminta dukungan akan keberadaan mereka. Selain kepada lembaga-lembaga bersangkutan, mereka juga meminta bantuan kepada gunjik yang merupakan sebutan bagi orang yang di segani dan berkuasa di daerah tersebut. LSM kemudian mengutus dua orang wakil dari PKBI untuk turun ke lapangan termasuk narasumber yang kami wawancarai. Kemudian dalam pertemuan antara LBH dan PKBI serta masyaraka, mereka berkumpul dan berusaha mencari jalan keluar yang terbaik berusaha untuk mempertahankan daerahnya. Mereka berhak untuk mempertahankan daerah tersebut yang merupakan sebenanya hak mereka juga untuk melakukan suatu usaha yang dilindungi oleh aturan perundang-undangan dimana membela setiap pekerjaan yang dilakukan untuk melanjutkan kelangsungan hidup.
Setelah berembuk akhirnya diputuskan untuk melakukan negosiasi dengan PT.KAI untuk membatalkan penggusuran tersebut, namun hasil yang didapat hanyalah penguluran waktu untuk menunda penggusuran. Dirasa negosiasi tidak menguntungkan masyarakat nge-bong, maka mereka memutuskan untuk melakukan demo bersama-sama ke DPRD DIY untuk meminta bantuan membatalkan penggusuran. Tindakan demo yang dilakukan para warga Bong Suwung ini termasuk dalam perilaku kolektif yang terjadi dimana demo ini dilakukan oleh khalayak secara bersama-sama, tidak bersifat rutin dan tidak terorganisasi, yang merupakan tanggapan terhadap rangsangan. Menurut berita yang kami dapatkan bahwa penggusuran akhirnya dilakukan namun hanya di sepanjang pinggiran rel saja, tetapi menurut keterangan yang kami dapat dari narasumber, Ibu Suci bahwa penggusuran itu hanya isu pada tahun 2010 padahal sampai sekarang belum ada keterangan yang jelas tentang kepastian penggusuran sehingga masyarakat Bong suwung tersebut masih tetap bertahan disana menjalankan aktivitas seperti biasa.
Pada kasus ini, kami menggunakan perspektif konflik dimana yang merupakan kelompok dominan adalah PT. KAI dan kelompok yang didominasi adalah Masyarakat Bong Suwung. Dengan adanya perbedaan antar kelompok ini maka ada ketegangan yang tercipta diantara dua kelompok tersebut karena kelompok dominan menginginkan penggusuran terhadap kelompok didominasi. Namun masyarakat Bong suwung ingin mempertahankan daerahnya maka mereka melakukan usaha perlawanan dari negosiasi sampai berdemo kepada PT. KAI.
            Dalam hal ini, kelompok penguasa atau kelompok dominan berkepentingan untuk memperoleh kekuasaan dari pihak yang didominasi, sedangkan kelompok yang didominasi berusaha mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya. Jika dilihat dari tokoh Lewis Cooser, konflik ini mengenai perjuangan dari pihak masyarakat Bong suwung atas PT. KAI yang bersifat mencederai atau melenyapkan lawan dengan melakukan pergusuran di daerah tersebut. Namun dibalik konflik ini adanya dampak positif yang mengakibatkan peningkatan hubungan sosial atau kelompok tertentu meskipun dalam kelompok tersebut mungkin adanya berlainan kepentingan atau bahkan bertentangan yang kemudian dapat bersatu untuk menghadapi lawan bersama. Kemudian masyarakat yang mempunyai keterikatan bersama dapat berhasil menciptakan keseimbangan suatu masyarakat dari kelas dominan atau PT. KAI yang berkuasa untuk memaksakan nilai-nilai serta peraturan mereka terhadap kelompok lain.
Selain perspektif konflik, kami juga menganalisis dari perspektif fungsionalisme dimana kami mengambil sisi dari fungsi PKBI terhadap daerah prostitusi yang ada di Bong Suwung itu sendiri. Terlihat jelas bahwa fungsi PKBI sangatlah penting terutama bagi mereka yang merasa tersisih atau tersingkirkan seperti para pekerja seks termasuk waria. PKBI yang memiliki 4 divisi tersebut saling berhubungan dan menguatkan untuk dapat menciptakan keharmonisan di antara kehidupan para pekerja seks. Seperti divisi ke-tiga yang merupakan pusat studi seksualitas yang banyak membantu para PSK menjalani pekerjaannya juga divisi ke-2 yang mengorganisasi komunitas pekerja seks tersebut.
Dalam kasus ini PKBI menjadi organisasi masyarakat yang mengayomi untuk hidup ke arah yang lebih baik. Seperti bagi para pekerja seks, PKBI bertugas untuk memberikan pemyuluhan serta ajakan untuk para pekerja seks agar menggunakan alat kontrasepsi seperti kondom. Kemudian dengan adanya jaminan kesehatan, para pekerja seks yang terlanjur terkena penyakit kelamin bisa meminta bantuan kepada PKBI, karena PKBI menawarkan jaminan kesehatan dan biaya pengobatan yang gratis untuk mereka. Selain itu, PKBI mempunyai misi untuk menyetarakan pekerjaan prostitusi dengan profesi lainnya yang merupakan pilihan mereka sendiri. Di mana setiap profesi sama-sama mencari uang untuk meneruskan kelangsungan hidup termasuk menjadi pekerja seks. Hal ini lah yang sangat di harapkan mereka juga PKBI yang bekerja sama untuk memperjuangkan profesi mereka.
                                                           

Disusun oleh kelompok 6 opsi 2 (perilaku kolektif dan gerakan sosial)
Cecilia Pretty Grafiani (4564)
Kasilda Yosie Apriliana (4572)
Vincentius Kevin  ( 4581)
Kelas B angkatan 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar