BAB
I
PENDAHULUAN
Perkembangan
teknologi memudahkan seseorang untuk mengakses situs dan mendapatkan berbagai
informasi baik di dalam maupun di luar negeri. YouTube merupakan sebuah situs web video sharing (berbagi
video) populer dimana penggunanya dapat memuat, menonton, dan berbagi klip video
secara gratis. Umumnya video-video di YouTube adalah klip musik
(video
klip), film,
TV, serta video buatan penggunanya
sendiri. Banyak video yang menjadi terkenal setelah diunggah di YouTube salah
satunya, video Gangnam Style dari rapper Korea PSY
ini menjadi video YouTube paling populer.
Banyak
orang ramai membuat Flashmob Gangnam Style, para artis papan atas dunia
juga tidak ketinggalan untuk mencoba tarian Gangnam Style serta membuat
cover-nya. Di tengah majunya industri hiburan khususnya musik Korea Selatan
yang populer dengan istilah K-Pop, PSY sukses menawarkan sesuatu yang
lain yakni jenis musik rap. Kini Gangnam Style telah sukses menembus pasar
musik dunia termasuk di Amerika dan Eropa. PSY juga telah meruntuhkan
anggapan bahwa musisi Korea yang bisa terkenal hanya mereka yang berwajah
rupawan. PSY membuat jalan semakin terbuka lebar bagi para musisi
Asia pada umumnya untuk bisa tampil dikancah musik Internasional.
Melihat
keadaan tersebut tidak salah jika kemudian Gangnam Style dikatakan
sebagai sebuah fenomena. Jika dikaitkan dengan pemikirian dasar
kefilsafatan fenomena-fenomena yang tampak yang dipelajari dalam fenomenologi.
Makna fenomenologi, ialah studi atas fenomena atau studi atas kesadaran dan
pengalaman langsung. Singkatnya fenomenologi merupakan sebuah pendekatan
filsafat yang berpusat pada analisis terhadap gejala yang menampakkan diri pada
kesadaran seseorang. Jadi, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui gejala dari sudut kefilsafatan
khususnya fenomenologi mengenai Gangnam Style yang menjadi sebuah fenomena
dikalangan masyarakat di seluruh dunia.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A. Fenomenologi menurut Merleau Ponty
Transformasi
obyek persepsi ke dalam pemikiran sangat ditentukan oleh kemampuan reflektif
analitis melalui reduksi fenomenologis yang sangat ideal. Merleau-Ponty menolak
gagasan Husserl yang menyatakan bahwa subyek harus menyadari keberadaan obyek
dengan mentransformasi pengalaman ke dalam pemikiran. Reduksi tidaklah
diperoleh dari penyatuan kesadaran dengan dunia di luar diri manusia, tetapi
merupakan salah satu bentuk perhatian yang muncul dari dalam diri manusia
karena itu merupakan suatu konsep pengenalan dunia melalui persepsi antara
pengalaman dan pemikiran. Metode refleksi fenomenologis
Merleau-Ponty
terletak pada tiga tautan terminologis. Pertama, metode refleksi yang dipahami
sebagai cara kerja bagi penelitian dan pemikiran filsafat. Kedua, refleksi
fenomenologis yang bertujuan mengeksplisitasi realitas dengan tujuan filsafat.
Ketiga, fenomenologi Merleau-Ponty menjembatani keterputusan diskursus
metafisik-epistemologis antara beberapa generasi filsafat kontemporer.
Fenomenologi
Merleau-Ponty menyatakan sebuah penolakan atas dominasi filsafat Barat
kontemporer yang menurutnya mengidap tendensi ganda, yaitu empirisme dan
intelektualisme pada sisi yang berbeda. Menghadapi tendensi itu, tidak heran
jika konseptualisasi fenomenologi Merleau-Pontian melahirkan teori fenomenologi
positif. Merleau-Ponty memahami fenomenologi sebagai cara berfilsafat yang jauh
dari sebuah doktrin di mana fenomenologi dapat dipraktekkan dan dikenali
sebagai suatu cara atau gaya (berpikir).
Untuk
melakukan refleksi fenomenologis, diperlukan epoche dengan membuang rasa percaya yang melekat pada persepsi
masing-masing. Fenomenologi tidak dapat dipelajari secara verbal dan melalui
sebuah otoritas, karena dengan fenomenologi terjadi hubungan langsung antara
subyek dengan dunia. Di sini, fenomenologi memberikan deskripsi, bukan
eksplanasi. Fenomenologi tidak mengandalkan eksplanasi dari hal-hal yang
bersifat sosiologis dan fisik.
Karakter
fundamental refleksi fenomenologis Merleau-Ponty yang menggabungkan dunia dengan
relasi subyek-obyeknya, berdampak secara signifikan dalam perkembangan dan
penelitian bidang ilmu–ilmu sosial. Pergeseran ke arah metode kualitatif dalam
penelitian ilmu-ilmu sosial, khususnya yang berkaitan dengan perilaku manusia
tidak dapat menafikan kontribusi yang diterima dari kebangkitan psikologi
fenomenologis.
Penelitian
psikologi fenomenologis yang dalam pemahamannya atas dunia pengalaman manusia
dan situasinya lebih ditekankan seringkali ditemukan banyak jenis metode
psikologi fenomenologis yang sama dengan fenomenologi Merleau-Ponty.
Metode-metode penelitian dalam psikologi fenomenologis menerapkan
pertimbangan-pertimbangan naratif dan wawancara-wawancara kualitatif, sedangkan
Marleau-Ponty lebih pada refleksi personal penelitinya.
B.
Fenomenologi
menurut Edmund Husserl
Menurut
Smith fenomenologi Husserl adalah sebuah upaya untuk memahami kesadaran
sebagaimana dialami dari sudut pandang orang pertama. Secara literal
fenomenologi adalah studi tentang fenomena, atau tentang segala sesuatu yang
tampak bagi kita di dalam pengalaman subyektif, atau tentang bagaimana kita
mengalami segala sesuatu di sekitar kita. Setiap orang pada dasarnya pernah
melakukan praktek fenomenologi.
Bagi Husserl
fenomenologi adalah suatu bentuk ilmu mandiri yang berbeda dari ilmu-ilmu alam maupun
ilmu-ilmu sosial. Dengan fenomenologi Husserl mau menantang semua pendekatan
yang bersifat biologis-mekanistik tentang kesadaran manusia, seperti pada
psikologi positivistik maupun pada neurosains. Ia menyebut fenomenologi sebagai
ilmu pengetahuan transendental (transcendental science), yang dibedakan dengan ilmu pengetahuan
naturalistik (naturalistic science), seperti pada fisika maupun biologi. Dan
seperti sudah disinggung sebelumnya, perbedaan utama fenomenologi dengan
ilmu-ilmu alam, termasuk psikologi positivistik, adalah peran sentral makna di
dalam pengalaman manusia (meaning in experience). Fenomenologi tidak mengambil langkah observasi
ataupun generalisasi di dalam penelitian tentang manusia, seperti yang lazim
ditemukan pada psikologi positivistik.
Fenomenologi
Husserlian adalah ilmu tentang esensi dari kesadaran. Namun apa sebenarnya yang
dimaksud dengan esensi dari kesadaran? Berdasarkan penelitian Smith
fenomenologi Husserl dibangun di atas setidaknya dua asumsi. Yang pertama, setiap pengalaman
manusia sebenarnya adalah satu ekspresi dari kesadaran. Seseorang mengalami
sesuatu. Ia sadar akan pengalamannya sendiri yang memang bersifat subyektif.
Dan yang kedua, setiap bentuk kesadaran selalu merupakan
kesadaran akan sesuatu. Ketika berpikir tentang makanan, anda membentuk
gambaran tentang makanan di dalam pikiran anda. Ketika melihat sebuah mobil,
anda membentuk gambaran tentang mobil di dalam pikiran anda. Inilah yang
disebut Husserl sebagai intensionalitas (intentionality), yakni bahwa kesadaran selalu merupakan
kesadaran akan sesuatu.
BAB
III
PEMBAHASAN
Di
Balik Arti Lagu Gangnam Style
Gangnam adalah sebuah daerah di Korea Selatan yang
mempunyai perekonomian yang sangat menonjol, itulah yang menyebabkan kota ini
menjadi simbol kemakmuran di korsel.
Di Gangnam mempunyai budaya hidup mewah, sebagian pemudanya
bergaya mewah, tetapi bagi yang tidak sanggup mengikuti bergaya mewah, mereka
rela untuk gali lubang tutup lubang, karena merka tidak ingin di pandang
rendah.
Gangnam juga menjadi surganya untuk operasi plastik,
karena hampir 90 persen dari 300-an klinik operasi plastik di Korea Selatan ada
disini. Namun tidak begitu menurut Park Jae Sang. Dalam videonya ini dia
mencibir, bagaimana orang-orang Korea tergila-gila pada penampilan fisik yang
“sempurna”.
Di Korea Selatan,
ada sebuah lelucon mengenai 'wanita kecap asin' atau Doenjangnyeo. Istilah ini diperuntukan untuk wanita yang rela
memakan mie murah seharga belasan ribu rupiah tapi selalu menikmati kopi mahal
seperti Starbucks yang berharga berkali-kali lipat lebih mahal. Artinya,
wanita-wanita ini hanya mau mengeluarkan sedikit uang untuk kebutuhan pokok,
namun berani membayar mahal untuk kebutuhan tambahan, contohnya meminum kopi.
Karena banyaknya orang yang 'terjangkit' oleh fenomena ini, toko kopi menjadi
menjamur dimana-mana, terutama di daerah elit seperti Gangnam.
Isi lagu ini, menceritakan seorang pemuda yang
menggoda gadis seksi, dan mengaku sebagai pemuda gangnam. Dan seorang gadis
yang suka minum kopi, berpakaian seksi, memakai pakaian bagus, dan melakukan
kegiatan santai ala orang kaya.
Hubungan Gangnam Style dengan Teori Fenomenologi
Filsafat Modern
Seperti yang telah dibahas sekilas di pendahuluan
bahwa fenomena Gangnam Style sangat mempengaruhi masyarakat Korea dan terlebih
lagi di seluruh dunia. Awalnya Gangnam Style mewabah ke seluruh kalangan yang
di pengaruhi juga karena adanya Korean
wave yang melanda dunia. Oleh karena itu Gangnam Style oleh PSY dapat
diterima secara luas. Penampilan serta tarian yang unik juga menjadi faktor
utama lagu tersebut mejadi popular.
Penyebaran tren Gangnam Style ini juga tidak bisa
dipungkiri dari perkembangan teknologi yang semakin canggih. Dengan adanya YouTube sebagai situs web video sharing popular dimana para
penggunanya dapat memuat dan menonton serta berbagi video klip secara online.
Selain itu, dengan adanya pemberitaan oleh social
media melalui twitter maupun Facebook serta pemberitaan di TV juga menjadi
faktor utama boomingnya fenomena
Gangnam Style.
Pembuktian bahwa Gangnam Style menjadi sebuah fenomena
dapat dilihat dari hasil kesuksesan yang di raih. Pertama, jika di lihat dari
jumlah viewer yang mencapai 648 juta
manusia yang melihat video tersebut. Kedua jika dilihat dari aksi atau respon
masyarakat yang mengikuti gerakan Gangnam Style yang manjadi sebuah “latah” masyarakat.
Dapat dilihat dengan adanya flashmob
yang dilakukan di berbagai negara. Ketiga informasi dari mulut kemulut yang
membuat Gangnam Style menjadi sebuah fenomena yang mendunia.
Menurut Husserl fenomenologi adalah sebuah ilmu tentang esensi dari kesadaran yang di bangun
dari dua asumsi. Yang pertama, setiap pengalaman manusia sebenarnya adalah
satu ekspresi dari kesadaran. Seseorang mengalami sesuatu. Ia sadar akan
pengalamannya sendiri yang memang bersifat subyektif. Dan yang kedua, setiap
bentuk kesadaran selalu merupakan kesadaran akan sesuatu.
Dari pendapat
diatas, dapat disimpulkan bahwa Gangnam Style salah satu fenomena yang
didasarkan pada sebuah pengalaman manusia yang merupakan sebuah ekspresi dari
suatu kesadaran. Seperti contoh, seseorang yang menonton video tersebut.
Menurutnya video tersebut menarik, sehingga ia mengikuti gerakannya yang
merupakan suatu bentuk sebuah ekspresi secara sadar. Ketertarikannya kepada
tarian tersebut, diekspresikannya dengan menari-nari pada lingkungan
pergaulannya yang membuat teman-teman dilingkungan tersebut merasa ingin tahu
kemudian mencoba untuk menirunya. Penyebaran tarian tersebut terjadi dimulai
dari kelompok kecil disekitarnya, hal itu kemudian menyebar melalui individu
dalam anggota kelompok tersebut. Selanjutnya, menyebar ke dalam kelompok besar
yang kemudian mewabah seperti yang terjadi saat ini. Hal inilah yang menjadi
fenomena yang terjadi pada Gangnam Style.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar